Sunday, January 22, 2017

Kenapa jodoh jauh?

Kenapa jodoh jauh-jauh dari kita? Berikut beberapa alasannya. Tapi tulisan ini tidak serius, ini cuma buat ‘becanda’ saja. Syukur2 kalau bermanfaat.

1. Karena kita jarang mandi
Bagaimana kalian akan dapat jodoh jika kalian jarang mandi? Mandi dengan rajin dan teratur itu adalah salah-satu petunjuk jika seseorang sudah bisa mengurus dirinya sendiri. Bagaimana mungkin jodoh akan dekat-dekat, eh, mengurus diri sendiri saja tidak serius. Jadi poinnya bukan di jarang mandinya, melainkan di: mengurus diri sendiri. Jangan mimpi dapat jodoh, kalau bertanggung-jawab atas sendiri saja tidak bisa. 

2. Kebanyakan galau
Dikit-dikit galau, dikit-dikit dirundung suasana hati nggak menentu. Pantas saja jodohnya nggak mampir. Bahaya ini mah. Jodoh itu membutuhkan keseriusan. Kalau cuma buat main-main, maka levelnya memang pacaran saja. Yang masih sibuk galau2 ria, sibuk kepo, sibuk stalking, wah, jodoh kalian masih jauh kayaknya. Mulailah serius dan fokus ke rencana hidup, baru jodohnya mulai dekat-dekat. Karena sstt... yg sudah serius saja kadang masih susah nemu jodohnya, loh.

3. Teori melulu, kagak ada prakteknya
Kita bisa saja dapat ponten 10 ujian mendapatkan SIM. Tapi kalau nggak pernah bawa mobil, dijamin nggak bakalan bisa nyetir. Teorinya jago, tapi prakteknya nol. Sama, kita jago sekali teori cinta, jodoh, dsbgnya, tapi cuma teori doang, nggak bakal ketemu jodohnya. Soal quote, nasihat2 cinta, wah jago banget. Tapi sudah menikah? Belum. Akunnya penuh dengan petuah2 cinta. Tapi sudah berkeluarga? Belum. Itu sih emang begitu orangnya. 

4. Terlalu tinggi memasang standar
Eh, boleh2 saja pengin dapat jodoh yang paket empat sehat lima sempurna. Kaya, terkenal, baik hati, ganteng, saleh, dll, dstnya. Masalahnya, yang kayak begitu mau nggak sama kita? Kalau cuma kepengin sih boleh. Tapi kita hidup di dunia nyata, bukan dongeng princess. Paling hanya 1 banding sejuta yang kayak Cinderella--itupun karena Cinderella memang baik hatinya. Lah, kita? Judes, bawel, pemalas, suka iri hati, dll, dsbgnya, nggak bakal nemu sama pangerannya. Papasan sih mungkin, tapi habis itu melengos pangerannya.

5. Mental masih cemen
Jangan protes dan marah dulu. Tapi sesungguhnya, banyak yang sebenarnya belum dapat jodoh, karena memang mentalnya masih cemen. Bilangnya sih sudah siap dan berani, tapi mentalnya tidak sesiap itu. Dek, kalau mau menikah, bahkan tidak perlu punya rumah megah dulu, mobil mewah dulu, ini, itu, emas kawinnya cukup baut. Sah. Setelah menikah baru betul2 kerja-keras, banting tulang. Itu baru yang disebut mental baja. Ini juga buat yg sudah pacaran 5 tahun, 10 tahun. Kenapa belum menikah? Karena kalau dia kredit mobil atau rumah, sudah lama lunas. Lah ini, tetap saja pacaran.

6. Takut gagal. Trauma
Ada orang menikah, kemudian bubar jalan, apa sebenarnya yang terjadi? Tidak ada apa-apa yg terjadi. Biasa saja. Itulah dunia. Tuhan temukan seseorang dengan orang yang salah, untuk besok2 semoga bertemu dengan yang betul. Itu juga jodoh. Sesimpel itu saja sebenarnya. Tapi kalau mau dibuat rumit, dibuat sangat serius, maka hal sepele apapun akan jadi masalah.
Kurang lebih begitu. Karena lama-lama nanti daftarnya jadi tambah serius, padahal tulisan ini niatnya cuma buat becanda saja. Jadi cukuplah sampai di sini saja. Terakhir, pastikan kalian rajin mandi kalau mau dapat jodoh. Juga banyak2 makan sayuran dan buah. Pun berolahraga. Karena jika ternyata tidak dapat2 juga jodohnya, minimal kalian jadi sehat. Daripada sibuk kepo, stalking, yg kalian kepoin dan stalking belum tentu juga tahu ini. Mending sibukkan diri dgn hal positif. Masuk akal, kan?

*Tere Liye
Read more...
separador

Wednesday, January 11, 2017

Dear Pak Suami

Pak Suami.....
Jika istrimu punya penghasilan sendiri, bukan berarti separuh tanggung jawabmu kau letakkan padanya, karena kewajiban menafkahi dan memenuhi kebutuhan rumah tangga adalah tugasmu. Karena dia berasal dari tulang rusukmu maka jangan jadikan ia bagian dari tulang punggungmu.
Pak Suami.....
Jangan biarkan ia berpikir, bahwa bila ia tidak meneteskan keringat maka tidak akan tercukupilah kebutuhan rumah tanggamu. Tapi buatlah dia berpikir bahwa kamu memang ditakdirkan menjadi pemimpin mereka dan kamu sanggup memenuhi tanggung jawabmu.
Pak Suami...
Cukuplah mengajarkan istri shalihahmu untuk selalu percaya bahwa rejeki itu jaminan Allah SWT, bersyukur atas rejeki yang datang bukan karena jumlahnya tapi hanya mengharapkan keberkahannya, bukankah Allah menjamin kecukupan rejeki atas setiap nyawa bagaimana membuka pintu-pintu rejeki itu itulah ikhtiar, dan bagaimana ikhtiar itu dilakukan itulah yang akan dihisab dan ketika merasa kurang maka evaluasilah ibadahmu dan gaya hidup keluargamu.
Pak Suami...
Jika istrimu istri yang menggantungkan nafkah ekonomi kepadamu, ajarkan dia bahwa sebaik-baiknya tempat bergantung hanyalah Allah SWT, sedang dirimu pun mungkin suatu saat tidak ada lagi buat istri dan anak-anakmu, maka didiklah istrimu menjadi wanita tangguh yang mampu meneruskan tongkat estafet perjuanganmu, dengan mendukungnya untuk belajar mandiri secara finansial, bukan hanya menadahkan tangan tanpa pandai mengelola apalagi mengembangkannya.
Pak suami....
Jika istrimu punya penghasilan sendiri, dia mungkin bisa membeli bajunya sendiri, tas nya sendiri, gadgetnya sendiri, tapi akan berbeda rasanya ketika tanganmu yang mengantarkan baju, tas, gadget atau sekedar mentraktirnya makan, karena disitu dia merasakan bahagia atas adanya dirimu. Bukankah tugasmu untuk menyenangkan hati istrimu.
Pak Suami...
Bukan pula tugasmu untuk menyenangkan hati wanita / istri orang lain dengan bersikap manis dan royal kepada mereka walau hanya sekedar khawatir diolok pelit oleh mereka, padahal kamu begitu berhitung dalam memberi istrimu.
Pak Suami....
Andai kemewahan tidak bisa kamu berikan pada istrimu, percayalah seorang istri yang shalihah tidak akan mempermasalahkannya, karena kesederhanaan cinta pun akan sanggup membuatnya bahagia, dengan seringnya mendekap dengan penuh cinta, sekedar telepon mesra, menemaninya memasak, memijat ringan sebelum tidur sambil bercengkrama.
Pak suami...
Tolong lepaskan tanganmu dari gadgetmu, berhentilah sejenak berhaha hihi dengan teman lewat medsosmu, 1 jam sehari hanya untuk FOKUS dengan istrimu berbincang dengan menatap matanya, melihat guratnya menua bersamamu, 3 jam sehari FOKUS untuk anak-anakmu, itu hanya 4 jam dari 24 jam yang kamu punya, yang kelak merekalah yang akan mengorbankan 24 jam hidupnya ketika kamu sakit, terpuruk bahkan ketika kamu tiada dengan doa-doa mereka.
Pak suami....
Bangun lah di sepertiga sisa malam, bujuk mesralah istrimu untuk bangun dan bersujud kepadaNYA, karena sungguh surga di dunia dan neraka bagimu, istrimu dan anak-anakmu akan sangat bergantung bagaimana kamu bisa mengajari dan mengajak mereka mereka nikmatnya ibadah kepadaNYA dan manisnya beriman kepadaNYA.

Original By FB : Ernydar Lse Herba & Ernydar Irfan
#TeladanRasul
Read more...
separador

Tuesday, January 3, 2017

Studi Banding

Berapa usia kita sekarang? Apakah pencapaian yang kita lakukan sudah optimal atau belum? Apakah kita masih pantas bermain-main atau saatnya berpikir serius? Apakah  dan apakah?

Maka, ijinkan saya menulis sebuah: studi banding. Ini bukan studi banding ke LN yang menghabiskan milyaran rupiah macam yang dilakukan Yang Mulia anggota DPR atau pejabat negara, ini simpel studi banding lewat literatur, buku2 yang bisa dibaca siapapun. Kita akan membandingkan kehidupan kita dengan orang yang paling pantas dijadikan teladan. Saya tahu, semua orang tentu punya kekhasan, tapi punya pembanding dalam hidup, bisa menuntun kita melakukan refleksi. Studi banding ini tidak akan rumit, cukup 3 titik penting, sbb:

Usia 12. Nabi Muhammad sudah menemani Paman-nya melakukan perdagangan hingga Syria. Itu bukan perjalanan mudah, itu perjalanan menembus gurun pasir, sambil membawa barang-barang yang bisa dijual. Pengalamannya sebagai pedagang semakin mengesankan di tahun-tahun kemudian, reputasinya sebagai orang yang jujur, adil, dan berahklak baik terbentuk. Tahun-tahun berikutnya, Nabi tidak hanya menemani, beliau sendiri yang membawa barang dagangan.

Usia 25. Di usia yang matang, dengan reputasi pedagang mengagumkan, Nabi Muhammad menikah dengan Khadijah (yang tertarik dengan karakter Nabi). Kehidupan berkeluarga dimulai, menjadi bagian masyarakat, lompat ke fase berikutnya. 

Usia 40. Nabi Muhammad menerima wahyu pertama, tugasnya sebagai Nabi dimulai. Lompatan yang sangat penting.

Nah, sekarang, mari bandingkan dengan usia kita. Jika kalian remaja, usia SMP, SMA, maka itulah masa-masa brilian untuk belajar. Satu-dua malah belajar sambil bekerja, membentuk masa depan. Boleh mencari hiburan? Boleh santai? Tentu saja silahkan, namanya juga remaja, tapi jangan lupakan tugas kalian: belajar. Proses ini akan dijalani hingga usia 21-22 tahun, lulus kuliah, kemudian masuk ke dunia kerja. Yang mau jadi dokter, cukup waktunya. Yang mau jadi insinyur, bidan, guru, polisi, tentara, pedagang, pengusaha dsbgnya, dsbgnya,  genap usianya. Di usia 24 tahun, kalian sudah tiba umur matang.

Kemudian tiba di usia 25. Apa yang akan kita lakukan? Nabi menikah. Kita mungkin berbeda jodohnya. Ada yang datang lebih cepat, ada yang datang lebih lambat, namanya juga jodoh, rahasia Allah. Tapi mau cepat atau lambat, usia 25 adalah tonggak penting, kita sudah matang. Seharusnya, mau sudah menikah atau belum, kita sudah punya reputasi yang baik. Oh si A itu adalah anak muda yang oke. Oh si B itu adalah anak muda yang tahu persis mau ngapain, bukan lagi luntang-lantung tidak jelas tujuan. Usia 25 bukan lagi usia remaja. Well, boleh saja mengaku berjiwa muda, tapi berjiwa muda itu bukan berarti kita masih ganjen, manja, ikut2an trend, apalagi masih jadi beban orang lain. Usia 25 kita sudah tahu mana yang positif mana yang mubazir, sia-sia belaka. Kita bisa berpikir terbuka, bisa diajak bicara tentang tanggung-jawab dan masa depan.

Usia 40, adalah titik berikutnya. Apa yang kita capai saat usia kita 40 tahun? Ini lompatan yang sangat menarik. Tentu saja kita tidak akan jadi Nabi, tapi pencapaian apa yang bisa dilakukan saat usia kita 40 tahun? Catat baik-baik: ini bukan soal jabatan, kekuasaan, harta benda, materi, apalagi terkenal, popularitas, melainkan lebih ke: MANFAAT apa yang bisa kita berikan bagi orang banyak saat usia kita 40 tahun? Karena itulah sejatinya kehidupan. Usia 40 tahun kelak (jika kita belum tiba di usia ini), apa saja yang telah saya capai? Apakah kehidupan saya bermanfaat bagi banyak orang lain. 

Kurang lebih begitu studi bandingnya. Simpel kan? Sekarang refleksikanlah dengan kehidupan kita. Berapa usia kita, di mana posisi kita. Dalam banyak kasus, kadangkala orang tua kita sudah gregetan banget loh melihat anak-anaknya yang duuuh, ini sebenarnya nyadar umur nggak sih? Saat mereka masih welcome, tetap sayang, bukan berarti kita merasa baik-baik saja. Karena hidup kita itu mau dibawa kemana? Waktu itu kadang “kejam” sekali. Melesat tanpa disadari, bukankah baru kemarin kita masih SD? Bukankah baru kemarin SMP? SMA? Tiba-tiba, ow, ternyata kita sudah di atas 20 tahun. 

Pikirkanlah.

*Tere Liye
Read more...
separador

Followers