Thursday, December 29, 2016

Sholat Penebus Dosa

Sebagai manusia, pasti punya salah dan khilaf. Tidak ada manusia yang tak luput dari dosa, baik besar maupun kecil, sengaja maupun tidak sengaja. Mengingat hal itu, manusia yang punya nurani pasti ingin bertobat dari segala kesalahan dan kejahatan yang pernah diperbuat. Tapi yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana cara yang harus dilakukan untuk ‘membersihkan’ diri dari dosa-dosa tersebut?
 
Kita sebagai umat Muslim, tentulah memiliki cara yang berbeda dengan umat lainnya dalam hal bertobat. Pernah dengar tentang sholat sunnah tasbih? Atau bahkan ada yang pernah mengerjakannya? Seberapa sering mengerjakannya? 

Kalau boleh aku bilang, sholat tasbih adalah senjata sebagai ‘sholat penebus dosa’. Kenapa? Karena dengan mengerjakan sholat itu, akan terampuni segala macam dosa. Dosa yang dilakukan di awal, di akhir, yang lama, yang baru, yang sengaja, yang tidak sengaja, yang besar, yang kecil, yang dilakukan sembunyi-sembunyi, dan yang dilakukan terang-terangan. Komplit kan? Siapa sih yang tidak mau dosa-dosanya terampuni dengan cara yang begitu mudah? Hanya dengan mengerjakan sholat sunnah empat rakaat, yang boleh dikerjakan sesempatnya waktu, yang disebut sholat tasbih

Lalu, jika sudah terampuni semua dosa, berarti ibarat bayi baru lahir yang bersih tanpa dosa. Asal kita tahu, dari sekitar tujuh milyar manusia di planet ini, mayoritas adalah pemeluk agama Islam, bayangkan jika semua umat muslim melakukan sholat sunnah yang satu ini, akan ada banyak space di neraka karena semua umat muslim berada di surga. Wow! Amazing, kan?

Tapi, benarkah bertobat semudah itu caranya? Kalau memang benar, aku rasa Tuhan itu tidak adil. Ibarat mencuci pakaian kotor, yang kotorannya banyak pasti akan lebih banyak memerlukan detergent untuk membersihkan kotoran tersebut. Sedang dengan melakukan sholat tasbih, ampunan untuk si pendosa dipukulrata (disamaratakan), seberapapun banyaknya dosa asalkan si pendosa bisa mengerjakan sholat tasbih kapanpun sesempatnya. Oh God, why???

Maka dari itu, sebaiknya (seharusnya) kita tahu, benar atau tidak sholat tasbih itu diajarkan (dicontohkan) oleh Rasulullah SAW sebagai cara mudah untuk bertobat. Kalau memang benar, bolehlah dikerjakan, tapi kalau ternyata tidak benar? Karena dalam urusan ibadah  harus sesuai dengan contoh Rasulullah.

Berdasarkan referensi yang ada, memang ada beberapa riwayat tentang sholat tasbih, adapun yang paling kuat adalah riwayat berikut :

Dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbas, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda kepada ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib, “Ya ‘Abbas, ya paman, maukah kamu aku beri, maukah kamu aku kasih, maukah kamu aku beri hadiah, maukah kamu aku beri sepuluh hal? Jika engkau melakukanya, maka Allah akan mengampuni dosa-dosamu yang awal maupun yang akhir, yang lama maupun yang baru, yang tidak sengaja maupun yang sengaja, yang besar maupun yang kecil, yang tersembunyi maupun yang terang-terangan. Sepuluh hal itu adalah engkau sholat empat rakaat, engkau baca pada tiap-tiap rakaat Al-Fatihah, kemudian dalam keadaan berdiri lalu engkau membaca, “Subhaanallooh, wal hamdu lillaah, walaa ilaaha ilalloh, walloohu akbar” (Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selainAllah, dan Allah Maha Besar), sebanyak limabelas kali. Kemudian kamu ruku’ dan membaacanya dalam keadaan ruku’ sepuluh kali. Lalu kamu mengangkat kepala (i’tidal) dan membacanya sepuluh kali. Lalu kamu sujud dan membacanya dalam sujud sepuluh kali. Lalu kamu duduk antara dua sujud dan membacanya sepuluh kali. Lalu kamu sujud dan membacanya sepuluh kali, yang demikian itu berarti berjumlah tujuh puluh lima kali pada setiap rakaat. Kamu lakukan yang demikian itu dalam empat rakaat. Jika kamu mampu melakukannya setiap hari sekali maka lakukanlah, jika tidak mampu maka pada setiap jumat sekali, apabila tidak mampu maka sebulan sekali dan jika tidak mampu maka setahun sekali, dan jika tidak mampu maka dalam seumur hidup sekali. [HR. Abu Dawud juz 2, hal.29, no. 1297].

Mengenai sanad hadits tersebut ada seorang perawi yang dipermasalahkan, yakni Mudda bin ‘Abdul ‘Aziz. Mengenai Musa bin ‘Abdul ‘Aziz ini, Abdul Fadl As-Sulaimani mengatakan : ia munkarul hadits (haditsnya diingkari). Ali bin Madini mengatakan : ia dlaif (lemah). Namun Nassai mengatakan : laisa bihi ba’sun (ia tidak mengapa), Yahya bin Ma’in mengatakan : laa araa bihi ba’san (saya memandang ia tidak mengapa). [Lihat Mizaanul I’tidal juz 4, hal. 212, no. 8893].
Dari uraian riwayat di atas, mengenai sholat tasbih ini tentang keshahihannya masih diperselisihkan, sehingga ada ulama yang mau menerima hadits tersebut dan ada pula yang tidak mau menerimanya, walloohu a’lam. Nah, kembali lagi pada diri kita masing-masing, tetap mau menerima dan menggunakan dasar hadits yang masih diragukan kebenarannya tersebut ataukah meninggalkannya.
Oke, kalau masih yakin akan kebenaran hadits itu, coba kita sinkronkan dengan beberapa firman Allah berikut ini :

Sesungguhnya tobat di sisi Allah hanyalah tobat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan*), yang kemudian mereka bertobat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah tobatnya, dan Allah Maha Megetahui lagi Maha Bijaksana. [QS. An-Nisa (4) : 17].
*) kejahilan yaitu : a. orang yang berbuat maksiat dengan tidak mengetahui bahwa perbuatan itu adalah maksiat; b. orang yang durhaka kepada Allah SWT dengan tidak sengaja; c. orang yang melakukan kejahatan karena kurang kesadaran lantaran sangat marah karena dorongan hawa nasfu

Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah, “Salaamun ‘alaykum*). Tuhan-mu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang (Allah SWT telah berjanji sebagai kemurahan diri-Nya akan melimpahkan rahmat kepada makhluk-Nya), (yaitu) bahwasanya barang siapa berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan*), kemudian ia bertobat setelah mengerjakannya lalu mengadakan perbaikan, maka sesungguuhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [QS Al-An’am (6) : 54].
*) Salaamun ‘alaykum artinya mudah-mudahan Allah SWT melimpahkan kesejahteraan atas kamu

Dari dua ayat di atas, dapat kita simpulkan bahwa tobat yang diterima oleh Allah adalah :
1.      Tobat yang dilakukan karena mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan (ketidaktahuan atau kebodohan)
2.      Tobat yang dilakukan dengan segera setelah menyadari kesalahan dan kejahatannya
3.      Mengadakan perbaikan dan tidak akan mengulangi perbuatan maksiat lagi
Jika dilihat dari dasar Al-Qur’an, cara bertobat dengan mengerjakan sholat tasbih tersebut sangatlah tidak sesuai. Dalam Al-Qur’an diterangkan bahwa tobat yang diterima adalah tobat karena kejahatan lantaran kejahilan (ketidaktahuan, ketidaksengajaan, karena amarah dan hawa nafsu). Sedangkan berdasarkan riwayat dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbas di atas dikatakan bahwa tobat yang diterima antara lain tobat karena dosa yang dilakukan di awal, di akhir, yang lama, yang baru, yang sengaja, yang tidak sengaja, yang besar, yang kecil, yang dilakukan sembunyi-sembunyi, dan yang dilakukan terang-terangan.
Selain itu, berdasarkan firman Allah, waktu untuk bertobat adalah sesegera mungkin, tidak ditunda-tunda. Sedangkan waktu untuk bertobat berdasarkan riwayat di atas sangat fleksibel, kapan aja boleh, sesempatnya. Kalau tidak bisa mengerjakannya setiap hari, maka boleh dikerjakan seminggu sekali (setiap Hari Jumat). Kalau seminggu sekali masih belum bisa mengeerjakannya, maka boleh dikerjakan setahun sekali. Dan kalau setahun sekali pun masih tetap belum bisa mengerjakannya, maka boleh dikerjakan seumur hidup sekali.
Allah juga menerangkan setelah kita menyadari kesalahan, lalu bertobat, lalu kita harus mengadakan perbaikan. Bertekad untuk tidak akan pernah mengulangi kejahatan lagi. Itu lah point penting dari sebuah penebusan dosa.

Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an? Kalau kiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapati pertentangan yang banyak di dalamnya. [QS. An-Nisa (4) : 82].
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)*). [QS Al-An’am (6) : 116]. 
*)Seperti menghalalkan memakan apa-apa yang telah diharamkan Allah SWT, mengharamkan apa-apa yang dihalalkan Allah SWT, dan menyatakan bahwa Allah SWT mempunyai anak



separador

0 comments:

Post a Comment

Followers