Tuesday, February 14, 2017

Apa yang membuat kita tidur nyenyak?

Apa yang membuat tidur kita nyenyak? Apakah kasur yang empuk? Bantal yang nyaman? Ruangan yang lapang, sejuk, tenang dan bersih? Atau pakaian tidur katun yang lembut dan begitu enak dipakai? Kalau jawabannya iya, maka ini sedikit membingungkan, kawan. Bukankah ada orang-orang yang bahkan kamar tidurnya bagai istana, luasnya berbilang puluh meter persegi, ranjangnya begitu luas, tapi tetap saja dia susah memejamkan mata, sering terbangun, hempas sana, hempas badan sini, susah sekali untuk tidur. Lantas, sebaliknya, bukankah banyak orang-orang yang ranjangnya keras, bantalnya kaku, kamar tidurnya sempit, pengap, tapi nyenyak sekali tidurnya, tidak terganggu dengan suara berisik di sekitarnya.

Apa yang membuat tidur kita nyenyak?
Saya pernah punya teman, (ini cerita sekalian buat narsis, jd harap dimaklumi), dia ini petani bersahaja, waktu itu kami berdua mendaki gunung tertinggi di sumatera. Hujan turun lebat, angin kencang, kabut mengepung sekitar, jarak pandang hanya belasan meter, sisanya basah, basah dan basah. Rencana kami yang harus tiba di puncak saat matahari terbit gagal total, sudah jam 7 pagi, kami masih 600-700 meter lagi dari puncak, tertahan di lereng2 yg dipenuhi belukar rendah, lambat sekali menerobos hujan, kelelahan. Teman saya ini menggeleng, saat sy bertanya terus naik atau bagaimana, dia malah bilang break dulu. Terlalu beresiko jalan di tubir2 jurang dengan situasi seperti sekarang, lebih baik istirahat.

Astaga? Istirahat di mana? Dia menunjuk, lantas menyibak jalanan setapak, saya ngikut, dan tibalah kami di sejenis cekungan gua. Tidak lebar, hanya 1 meter, tidak juga dalam, paling mentok 1,5 meter. Dari balik bebatuan, dia mengeluarkan botol minyak tanah, menyalakan api dengan kayu-kayu lembab yang sengaja disimpan di cekungan itu oleh penduduk lokal yang sering jadi guide pendakian. Mulai masak menu sarapan: mie rebus. Satu mangkok buat saya, satu mangkok buat dia. Habis isi mangkok, dia bilang mau tidur. Eh? Tidur dimana? Itu teman santai tidur bersandarkan bebatuan, kaki selonjor, jeplak di tanah lembab, dan dalam hitungan menit, dia sudah mendengkur. Saya tidak percaya melihatnya. Pakaian kami basah total, tas, logistik, semua basah. Hujan deras menderu di luar cekungan, angin kencang membuatnya tampias, menciprati kami di dalam, dingin menusuk tulang, dan dia bisa tidur lelap dengan semua situasi tersebut. Tinggallah saya yang kedinginan, sambil terus menyalakan api dengan ranting basah, agar cekungan itu tetap hangat.

Apa yang membuat kita tidur nyenyak?
My dear anggota page, jika kita terlalu susah membayangkan hakikat kebahagiaan, terlalu rumit bahkan dengan pertanyaan2 prolog-nya saja, maka topik ini boleh jadi menarik sebagai dasar. Tidur. Iya, benar sekali, tentang tidur. Apa yang membuat kita tidur nyenyak? Jawabannya: karena rasa kantuk yang nikmat. Darimana rasa kantuk nikmat itu bisa datang? Dari kita sendiri. Itu benar, lagu2 klasik bisa jadi pengantar tidur yg baik, perut kenyang juga bisa jadi pemicu kantuk yang oke, situasi sekitar, tempat tidur, dsbgnya, tapi sesungguhnya kantuk yang nikmat, datang dari kita sendiri.
Maka sama seperti kebahagiaan, jangan-jangan dia juga datang dari kita sendiri. Bukan dari sekitar kita. Kabar baik, misalnya seperti kita tiba2 dpt hadiah sebuah pulau, memang bisa membuat bahagia beberapa hari, minggu, tahun, tapi cepat atau lambat, tinggal kabar saja, malah bagi orang2 rakus, justeru menyiksa karena malah pengin dua pulau lagi. Kabar buruk, misalnya kehilangan, kegagalan, memang bisa membuat kita susah hati beberapa saat, tapi cepat atau lambat, tinggal kabar saja, bahkan tidak terasa apa2 lagi, cuma ingatan. Menjadi biasa saja. Jangan-jangan kebahagiaan itu memang ada di diri kita masing2. Dan kita tidak bisa menipunya. Kalau kulit luarnya bisa ditipu, maka hati sendiri siapa mampu?

Kembali lagi ke soal tidur tadi, apa yang membuat kita tidur nyenyak? Dokter bisa memberikan pil tidur jika kita membutuhkannya. Dan kita bisa tidur nyenyak karena itu. Tapi semua orang paham, itu tidak hakiki. Itu dusta solusi yang jika tidak segera ditemukan akar masalahnya, maka justeru membuat ketergantungan, melingkar-lingkar saja. Kitalah yang menentukan apakah memiliki kantuk nikmat itu. Sesuatu yang baru terasa nikmatnya setelah dia pergi meninggalkan kita. Semoga kita semua termasuk orang2 yg pandai dan senantiasa bersyukur.

*Tere Liye, repos tulisan 5 tahun lalu
separador

0 comments:

Post a Comment

Followers