Sunday, February 3, 2019

Generasi Kurang Ajar

*Generasi Kurang Ajar

Saat di atas sana, elit politik hiruk pikuk dengan pemilihan, rebutan jabatan, lantas besok bagi2 jabatan, tidakkah ada yang mau menyadari generasi apa yang hendak kita lahirkan 10-20 tahun dari sekarang?

Video anak sekolah yang asyik main kuda-kudaan sementara gurunya mengajar di depan adalah realitas negeri ini. Mungkin di sekolah2 yang bagus, di sekolah kalian, semua baik-baik saja, tidak begitu, karena bibit muridnya memang sudah bermutu, tapi di luar itu, di sekolah2 lain, murid kurang ajar dengan gurunya adalah fakta. Bergaya mereka seolah sudah paling hebat sedunia, baju-celana sok dikeren-kerenkan, rambut sok gaya, nyolot dengan gurunya, tapi kosong kepalanya. Menertawakan guru, orang tua, mengolok2 orang lain adalah hobi anak-anak ini.

Silahkan tengok di desa-desa, kampung-kampung, sudut-sudut kota, entah itu kota kecil hingga metropolitan, generasi kurang ajar seperti ini buanyak jumlahnya. Maka generasi apa yang akan kita lahirkan 10-20 tahun dari sekarang? Apakah mereka punya kompetensi? Apakah mereka punya skill? Apakah mereka akan jadi solusi kehidupan, atau justeru hanya menambah beban, dengan jumlah jutaan orang. Besok lusa, hanya berbaris jadi pekerja kasar dengan gaji minimal, tanpa masa depan. Itupun masih untung, setidaknya masih bekerja.

Di tengah hiruk-pikuk politik hari ini, tidakkah kita mau melihat hal ini sejenak? Kita punya masalah sosial yang serius. Lahirnya generasi ‘kurang ajar’. Mereka tidak sopan dengan orang lain, susah diatur, melawan, menganggap dirinya paling oke, menyuruh semaunya, berteriak semaunya, tapi apesnya, meski sudah bergaya, generasi ini bahkan pulsa masih minta dengan orang tua, bensin motor masih mengemis ke orang tua. Maka jangan bicara tentang mandiri, tahan banting, apalagi tentang kreatifitas, mereka lebih suka semua serba instan, jalan pintas.

Semoga masih ada yang mau memikirkan realita ini. Kenapa mereka ‘kurang ajar’? Karena hilangnya teladan baik di sekitar kita--malah sebaliknya, contoh buruk berterbaran. Kenapa mulut mereka kotor, suka memaki, karena ada contoh di sekitarnya.

Jika orang-orang tidak peduli lagi soal ini, hanya soal waktu, generasi berikutnya bahkan mulai kehilangan kata “permisi”, “tolong”, “terima kasih”, dan “maaf”. Mereka hanya sibuk menertawakan orang lain, mengolok-olok, merasa hebat sekali, padahal sejatinya, hidup merekalah yang seharusnya ditertawakan. Di dunia tiada bermanfaat, di akherat lebih-lebih lagi.

*Tere Liye

**silahkan share jika bermanfaat. tidak perlu ijin lagi.

separador

0 comments:

Post a Comment

Followers