Monday, June 26, 2017

BANGKRUT

Jamaah facebook, twitter yang berbahagia. Ketahuilah, ada istilah bangkrut yang menarik sekali di dalam agama kita.

Apa itu “bangkrut”? Bukan bangkrut tak ada hepeng, nelangsa.
Melainkan adalah orang2 yg sebenarnya membawa pahala shalat, puasa, zakat, dll. Tapi karena dia suka sekali mencaci orang lain, berkata buruk ttg orang lain, menuduh, dll, akhirnya kelak saat hari perhitungan, untuk membayar tabiat buruk ini maka diambillah pahala kebaikannya, dibayarkan kepada orang yang dia jahati dulu. Apesnya, habis pahalanya diambil, tetap tidak sebanding, tidak terbayar, maka diambillah dosa-dosa orang yang dia jahati, diberikan ke dia sebagai gantinya. Bangkrut sudahlah dia, tidak punya pahala, malah ketimpaan dosa, minus seminus-minusnya timbangan dia.

Jamaah facebook wal twitteran yang dirahmati Allah. Berhati-hatilah dengan apa yang kita retweet, share, mention, dll di media sosial ini. Betul, itu kadang sepele, tapi implikasinya bisa mengerikan.

Misal, kita lagi benci dengan si Agus, tiba2 ada tweet yang menulis, “Si Agus ternyata punya panu di pantat”. Saking bencinya kita, tanpa cek dan re-cek, kita ikutan retweet, share, maka kemana-mana sudahlah itu tulisan, “Si Agus ternyata punya panu di pantat”. Padahal itu bohong belaka. Kita memang bisa minta maaf, bisa. Juga bisa tobat. Tapi sekali dilepas tweet itu tadi, gaungnya terlanjur jauh sekali. Ribuan orang, puluhan ribu orang, bahkan jutaan orang terlanjur percaya soal panu di pantat si Agus. Yang kalau lihat si Agus, mereka bergumam, “ah, si Agus ini ada panunya, loh”. Tidak sesederhana maaf yang kita minta. Sungguh, maaf tidak bisa menganulir begitu sajakerusakan yang terjadi. Itu semua kelak akan diperhitungkan.

Jamaah facebook wal twitteran yang insya Allah semua bercita-cita masuk surga. Maka berhati-hatilah dengan apa yang kita lemparkan di media sosial ini. Karena boleh jadi, itu kelak akan membuat kita bangkrut. Daripada rese, penuh benci, perbanyaklah posting yang bermanfaat. Yang boleh jadi, menjadi jalan bagi kebaikan kelak. Hal-hal yang sekiranya tidak perlu dikomentari, mending didiamkan saja. Hal-hal yang belum jelas kebenarannya, belum tahu validitas faktanya, mending dilupakan saja.

Demikianlah. Akhirulkalam, sebagai klarifikasi ketahuilah, si Agus memang tidak ada panu di pantat-nya. Eh? Maaf, ngelantur. Tulisan ini serius sekali awalnya, saya nulisnya sambil deg-deg-deg-an introspeksi, jangan2 kita adalah bagian yang kelak akan bangkrut, maka jadilah contohnya begitu. Biar sedikit ringan. Semoga kalian tidak fokus soal panu-nya, melainkan fokus pada: NGERI menjadi orang2 yang bangkrut.

*Tere Liye

Read more...
separador

Friday, June 23, 2017

Pesan Hari Raya

Yang kayak gini, ada???

Yo buanyaakkk!!!

Pesan Hari Raya

Ada seorang Ibu, yang telah dengan gesit dan cekatan menyediakan semua kebutuhan anak. Meracik nutrisi dalam menu MPASI-nya dengan teliti, memperjuangkan pumping ASIP setiap hari. Kontrol kesehatan dengan jeli, dan masih membersamai anak bermain meski lelah sepulang kantor menjalari tubuh.

Ia lakukan selama sebelas bulan dan tiga minggu, namun usahanya sirna hanya dalam satu minggu. Ketika momen berlebaran datang dan justru komen negatif yang terundang.

"Anak kamu kurus ya"
"Coba disapih dulu, tambahin sufor biar gemuk"
"Duh, kurus begini kasian... Ibunya malah gemukan"

Adakah kita berposisi sebagai Ibu yang telah berusaha mati-matian?
Atau kitalah si komentator yang melempar kritik sembarangan?

====

Ada seorang suami, yang telah dengan ikhlas bekerja dari pagi hingga petang demi mencukupi sekian banyak kebutuhan. Menjaga dirinya mencari rezeki yang halal, biar sedikit namun bisa berbagi dan beramal.

Ia lakukan selama sebelas bulan dan tiga minggu, namun usahanya sirna hanya dalam satu minggu. Ketika momen berlebaran datang dan justru komen negatif yang terundang.

"Kakak ipar kamu mah ngasih ini, itu, ini sama Bapak Ibu. Masa ketemu cuma setahun sekali bawanya cuma ini..."
"Pulang mudik naik kereta? Oalah Nak, kapan Ibu diajak keliling kampung pake mobilmu?"

Adakah kita berposisi sebagai suami yang telah bekerja tanpa henti?
Atau kitalah orang tua dan mertua yang tidak hentinya menilai keberhasilan anak dari harta?

====

Ada seorang istri, yang demi membersamai suami rela meninggalkan meja kerjanya yang bergengsi. Bukan berarti ia tidak merencanakan kehidupan. Bukan berarti ia menyepelekan soal pencapaian dan upgrade kemampuan.

Ia telah menjalani selama sebelas bulan dan tiga minggu, namun semangatnya sirna hanya dalam satu minggu. Ketika momen berlebaran datang dan justru komen negatif yang terundang.

"Di rumah doang ngerjain kerjaan pembantu?"
"Eman-emani sekolahmu, Nduk..."
"Ngga bosen Mba, di rumah aja ngga punya penghasilan sendiri?"

Adakah kita berposisi sebagai istri yang mengambil jalur tirakatnya sendiri?
Atau kitalah keluarga yang tega, mengkonotasi negatif peran ibu rumah tangga?

======

Setiap orang menjalankan perannya tanpa perlu kita tanya. Mereka siaga, selama sebelas bulan lebih tiga minggu sebelum bertemu hari raya.

Mereka Ibu bekerja di ranah publik, yang tetap bangun lebih pagi demi menetapi tugas dasar sebagai Ibu dan Istri dalam mengawal nutrisi dan kebutuhan emosi.

Mereka para Ayah dan Suami, yang menjemput rezeki dengan halal meskipun penghasilan ala kadar, yang berusaha menjauhi kepemilikan materi dari jerat ribawi hanya untuk sekedar performa gengsi.

Mereka para Ibu bekerja di ranah domestik, yang membersamai keluarga karena passionnya, yang memastikan segala kebutuhan fitrah anak ditangani olehnya sebagai tangan pertama.

Mereka pasangan suami istri yang tidak henti berikhtiar untuk terapi memiliki anak, berikhtiar dalam sujud dan rayuan pada Tuhan siang malam. Barikade perasaan sudah amat mereka lebarkan demi menampung pertanyaan kapan punya momongan.

Mereka yang tengah menunggu jodoh dan dalam usaha membekali diri dengan softskill menjadi suami atau istri, tanpa perlu ditanya "kapan rabi", sungguh telah mereka langitkan harap pada Illahi.

Lupakah kita, bahwa Tuhanlah pemegang hak prerogatif atas hamba-Nya?
Mempertanyakan fase kehidupan seorang rekan bisa jadi sebelas-dua belas dengan mengkonfrontir skenario Tuhan.

Sungguh kerja dan usaha mereka selama sebelas bulan dan tiga minggu yang lama, tidak bisa dinilai dari satu minggu bersua kala hari raya.

Tidak bisa disimpulkan dari pertemuan ketika berlebaran. Tidak layak kita komentatori, karena perjuangan mereka belum kita mengerti.

Pertanyaan kita mungkin sederhana, namun sudahkah kita susun sedemikian jeli agar tidak menyakiti hati yang sama-sama mengharap kembali suci?

=====

Tahan lisanmu, ketika kau jumpai anak-anak yang nampaknya lebih kurus dari momen terakhir bertemu. Alih-alih melempar nada kritik, cobalah memberikan saran konstruktif atau melihat dari berbagai perspektif.

"Mba, aku punya rekomendasi biskuit bayi nih buat boost BB anak. Mau coba ngga?"
"Eh si kakak tambah tinggi dan pinter ya, udah fase tumbuh ke atas kayanya"

Tahan lisanmu, ketika kau jumpai keluarga yang belum bersinar dan jadikan iktibar. Alih-alih menilai mereka kekurangan dari materi, cobalah tetap menyemangati.

"Ngga masalah ya Mas belum bawa mobil, daripada bergaya tapi nyicil"
"Alhamdulillah masih bisa berbagi, Le... Ibu syukuri semoga rezekimu lebih berkah".

Tahan lisanmu, ketika kau jumpai Ibu dan Istri yang memilih berjihad di jalan sunyi. Alih-alih melabeli, cobalah memberi apresiasi.

"Masya Allah, semoga jadi ladang pahala buatmu Jeng. Mengurus keluarga tanpa jeda pasti berat tantangannya"
"Matur nuwun ya Nduk, mau menjaga sendiri anak dan suami. Jaman makin edan, tiap peran di rumah tangga harus saling menguatkan"

Tahan lisan kita, dari komentar menghakimi di hari raya. Tahan lisan kita, dari memburu pertanyaan yang masuk yurisdiksi Tuhan untuk memutuskan.

Karena kita tidak pernah berjalan dengan sepatu mereka.
Karena sebelas bulan dan tiga minggu lainnya adalah medan juang mereka yang tidak kita pantau naik turunnya.
Karena seminggu bersua tidak cukup layak untuk menilai sendi-sendi usaha yang telah mereka rajut bersama.

Karena hari raya, bukan hari basa-basi bertanya. Jangan cemari maknanya dengan komentar murah tanpa arah.

Written  by :
~Nafila Rahmawati

Read more...
separador

Tuesday, June 20, 2017

Tips MUDIK

Yuk simak langsung tips-tips mudik ala imam jamaah Arhamiyah (Silakan kalo mau ditambahin).

1. Siapkan alat-alat mekanik dasar untuk mudik. Tapi gak perlu membawa kunci roda, dongkrak dan segitiga pengaman, jika tiket pesawat sudah di tangan.

2. Matikan peralatan listrik. Cabut colokan kulkas. Ingat, colokannya saja. Gak usah cabut tempelan-tempelan magnetnya, karena itu kenang-kenangan dari pesta kawinan.

3. Kuncilah semua pintu rumah dan jendela dengan rapat. Jika masih kuatir dan bingung bagaimana mengunci yang baik, pelajari teknik submission di video-video wrestling

4. Pastikan semua sudah terkunci rapat, kecuali hati. Karena pada dasarnya jodoh gak jauh beda dengan maling, ia sering menyusup dari celah yg terbuka sedikit.

5. Jika kamu akan keluar rumah, nyalakan lampu teras. Dan jika kami bersama, nyalakan tanda bahaya.

6. Siapkan uang recehan untuk bayar tol atau beli permen. Uang receh biasanya ada di celah-celah dompet, kembalian dari swalayan yang masih ada sisa selotipnya.

7. Jaket tebal akan melindungimu dari kedinginan. Sementara muka tebal melindungi dari tagihan.

8. Harga antimo, 2500 rupiah. Sementara harga kantong kresek cuma 500 rupiah. Kamu tau mana yg lebih dibutuhkan secara ekonomis

9. Jika mudik hanya berdua pasangan, pastikan semua smartphone dalam keadaan full batre dan power bank, biar masing-masing ada kesibukan. Percayalah, masalah-masalah biasanya tercipta dari obrolan gak penting yang gak terkontrol dan melebar.

10. Jaga stamina dan tetap fokus. Kalo sudah ngantuk sebaiknya istirahat. Kalo sudah lemes mampirlah makan. Dan kalo sudah jenuh padanya terus terang saja, gak usah pake alasan “kamu terlalu baik untukku”.

11. Hindari makanan atau minuman yang banyak mengandung gula selama mudik, terutama bagi yang membawa kendaraan, karena dapat menimbulkan efek kantuk dan hilang konsentrasi. Gak perlu terlalu manis, kecuali kamu slank.

12. Jika kamu pria, usahakan selalu sedia botol kosong bekas minuman. Karena kamu sudah terlalu dewasa untuk pakai clodi cuci ulang. Sementara adult diaper hanya diperuntukkan bagi lansia.


13. Jika kamu pria yang sudah menikah, gak perlu bawa perhiasan. Pastikan saja istrimu adalah istri sholehah. Karena sebaik-baik perhiasan adalah istri yang sholehah

14. Mengikut sertakan sopir cadangan gak ada salahnya untuk nyetir secara bergantian. Tapi patut diingat, sopir saja yg boleh ada cadangan. Istri jangan.

15. Jika membawa teman pastikan ia bisa membantumu untuk hal-hal yang sifatnya urgen, seperti mendorong mobil. Jika ia merasa keberatan, suruh diet.

16. Biar gak nyasar, pakailah bantuan GPS (Gunakan Penduduk Sekitar)

17. Bertanyalah seperlunya. Malu bertanya memang sesat di jalan, tapi banyak bertanya disangka wartawan.

18. Konsistenlah dengan arah tujuan. Jangan kayak lagu Kusplus, “ke Jakarta aku kan ke Baliii…”. Ini sebenarnya mau ke Jakarta atau ke Bali?

19. Jika bertemu mantan di kampung halaman, silahkan silaturahmi, tapi jangan berharap lebih. Belajarlah dari Lionel Messi, bahwasanya tendangan jarak jauh saja gak selamanya sukses, apalagi hubungan jarak jauh.

20. Gak perlu merasa paling ganteng diantara pemuda kampung lainnya, kalo kenyataannya di kota kamu ditolak melulu.

21. Sesungguhnya reaksi mencerminkan tingkat kecerdasan emosi seseorang. Kalo ditanya kapan nikah, maka level terendah dari reaksi adalah senyuman. Sementara level terekstrim adalah menarik badik dari sarungnya.

22. Pastikan gak ngajak istri napak tilas di kampung halaman ke tempat-tempat bersejarah yang terlarang, dalam artian tempat-tempat yg pernah kamu lalui bersama mantan. Hati-hati, jangan sampai di pohon masih ada relief namamu dan nama mantan beserta gambar love yang gak simetris

23. Kamu jomblo? Jangan pede kalo sudah bisa dekatin sodara, teman, atau ortu gebetanmu di kampung. Pede-lah hanya jika kamu sudah merasa dekat pada Allah, karena Dia yg Maha mengatur segalanya. Eeeeaa..

Demikian, dan semoga bermanfaat. Jika ada kekurangan mohon maaf, jika lebih mohon dikembalikan.

Read more...
separador

Friday, June 9, 2017

Kaum Bumi Datar

Kalian kenal dengan orang ini? Saya juga tidak kenal, bukan tetangga saya di Bandung. Tapi mari kita kenalan dengan salah-satu ilmuwan terkemuka dunia Islam. Namanya lebih simpel dikenal: Al Battani. Nama lengkapnya panjang: Abū ʿAbd Allāh Muḥammad ibn Jābir ibn Sinān al-Raqqī al-Ḥarrānī aṣ-Ṣābiʾ al-Battānī. Dengan berjenggot, memakai sorban, Al Battani lebih mirip pemimpin klan yang dibenci jaman sekarang. Padahal, dia adalah ahli astronomi dan matematikawan hebat.
Lahir tahun 858 di Harran (sekarang lebih dikenal dengan Turki), ayahnya adalah pembuat alat2 scientific terkenal, maka tak pelak lagi, sejak kecil, dia terbiasa dengan pelajaran IPA. Dia tidak suka bolos pas pelajaran IPA, dan tidak membenci Matematika. Tumbuh-lah Al Battani menjadi penyuka astronomi. Dia mengamati bintang-gemintang, matahari, bulan, dia mengembangkan begitu banyak pengetahuan dunia ini.
Salah-satu penemuannya yang paling terkenal adalah menghitung bahwa satu tahun terdiri dari 365 hari 5 jam 46 menit dan 2 detik. Wah jaman itu, tahun 858, jangankan HP android, sepeda BMX saja belum ada di benak orang2. Dunia 'masih gelap', kagak ada itu lampu neon, lampu minyak sih ada, tapi Al Battani, sudah bisa menghitung tahun dengan akurat, membuktikan bahwa tanggalan kita kelebihan beberapa jam loh. Atau kalian benci sekali dengan persamaan trigonometri, yang harus dihafal bahwa tangen sama dengan sinus dibagi cosinus. Belum lagi akar tangen, bla-bla-bla... Arghhhh... itu nyebelin pelajarannya, maka ketahuilah, Pakde Al Battani inilah yang menemukannya. Trigonometri juga karib dengan astronomi, tidak heran dia menemukan persamaan ini.
Dan ketahuilah, Islam juga karib sekali dengan astronomi. Dalam agama Islam, penentuan bulan Ramadhan, hari raya, melewati perhitungan rumit dan juga lihat hilal. Penentuan kapan adzan maghrib, isya, dll, lihat benda langit, ini, itu, semua membutuhkan ilmu astronomi. Bahwa, bumi bergerak mengelilingi matahari, bahwa bulan berputar mengelilingi bumi, dan seterusnya. Bahwa Bumi itu bulat, Ndro.
Maka, mengherankan sekali, jika hari ini, ada sekelompok orang yang asyik banget melabeli pemeluk agama Islam dengan: "kaum bumi datar". Siapapun muslimnya, dia langsung nyolot, "Dasar lu kaum bumi datar". Ew, siapa sih orang2 ini? Duuuh, orang2 ini tidak pernah belajar sejarah, tidak pernah tahu apapun soal astronomi dalam agama Islam. Hanya karena ada 1-2 orang Islam yg bilang bumi ini datar, bukan berarti 1 milyar muslim lainnya bilang bumi ini datar. Lihatlah, AL Battani, seribu tahun silam dia bahkan sudah bisa menghitung tahun. Orang2 ini, entah apakah karena keterbatasan pengetahuannya, atau kebenciannya, sengaja betul melabeli Islam itu 'bodoh' soal astronomi.
Terakhir, ijinkan saya memberitahu kalian sebuah sejarah. Dari sekian banyak ahli astronomi Islam, kenapa saya mengambil AL Battani? Karena dialah penulis banyak karya, salah-satunya buku Kitāb az-Zīj ("Book of Astronomical Tables"). Saya tidak bilang buku ini 100% ide pemikiran Al Battani, karena di dalamnya juga banyak pemikiran astronomer2 sebelumnya seperti Ptolemy. Tapi adalah fakta, kalian tahu Copernicus? Yeah, dialah ashli astronomi yg dikenal dengan pernyataan 'matahari adalah pusat semesta, bukan bumi pusat semesta' tahun 1500-an. Kalian kenal dengan Galileo? Dia juga ahli astronomi yg harus menghadapi Roman Inquisition gara2 bilang bumi yang memutari matahari. Maka dua orang ini, menggunakan dan terinsipirasi dari karya2 Al Battani. Copernicus bahkan setidaknya 23 kali menyebut nama Al Battani di dalam tulisannya: De Revolutionibus Orbium Coelestium. Dua ahli astronomi yg lahir 700 tahun setelah AL Battani, 'meminjam' begitu banyak pengetahuan untuk membantah pendapat umum saat itu.
Demikianlah tentang Al Battani. Maka jika ada orang yang masih nyolot memaki pemeluk agama Islam (manapun) dengan sebutan: 'kaum bumi datar', ingatkan dia tentang sejarah. Ingatkan dia tentang, bahkan untuk urusan menentukan adzan shalat saja, Islam menggunakan ilmu astronomi. Tapi tidak perlu bertengkar dengan orang2 ini, karena repotnya bertengkar dengan mereka, justru kita yang akan disuruh belajar sejarah dan dimaki "sumbu pendek".
Entahlah. Bingung, bingung memikirkan kelakuan orang jaman sekarang.
**foto adalah 'modern artist's impression' dari AL Battani. Jaman itu belum ada kamera, jd kagak ada yg sempat selfie bareng Pakde ini.
***silahkan share kemana2, tidak perlu lagi minta ijin. bila perlu print, tempel di tiang listrik, mading sekolah, buletin sekolah, atau kalau mau lebih seru, share ke group yg suka banget maki2 "kaum bumi datar".
Read more...
separador

Wednesday, May 31, 2017

Nafkah adalah...

"Mau pinjem lagi, Mbak?" Tanyaku pada perempuan paruh baya di depanku.

Perempuan yang sudah setahun ini bekerja di rumah kami untuk bantu beberes urusan rumah, cucian, dan kawan kawannya.

Ia mengangguk.

"Buat apa kalo boleh tau?" Selidikku. Bukan apa apa, seingatku pekan ini adalah pekan terakhir dimana ia baru saja melunasi hutangnya lewat mekanisme potong gaji setiap minggunya. Masa udah mau pinjem lagi?

"Maaf bu.. saya butuh banget buat bayar uang masuk sekolah bungsu saya, Bu.."

Ku lihat ada pendar sedih di matanya. Mungkin antara rasa nekat, khawatir, dan malu jadi satu.

Lalu teringat beberapa hari kemarin. Saat Mbak ART kami ini keceplosan bercerita bahwa semua beban kebutuhan rumah, termasuk bayar kontrakan dan sekolah anak anak, ada di pundaknya.

Upah suaminya sebagai buruh kasar sehari hari, konon hanya berubah menjadi beberapa kotak rokok. Menguap hilang dengan cepat dalam beberapa hari saja. Lalu menyisakan semua pemenuhan kebutuhan berada penuh di panggul sang istri.

Ah, Allah..

***

"Bibi besok dateng?" tanyaku pada asisten rumah tangga di rumah ibu ku.

Saat itu, kami sekeluarga sedang menginap beberapa hari dan butuh bantuan untuk menyelesaikan tumpukan cucian dan setrikaan.

Wanita muda sederhana itu mengangguk riang. "Insyaallah masuk, Neng. Bibi lagi ngejar setoran. Jadi hari libur juga masuk. Biar cepet kekumpul uangnya.."

"Uang buat apa, Bi?" tanyaku iseng. Penasaran.

"Buat bayar sekolah, Neng. Itu.. anak sulung istri pertama suami Bibi mau kuliah. Bibi disuruh cari buat uang pangkalnya.."

Jawabannya membuatku diam.

"Dia yang kawin berkali kali, kenapa Bibi yang harus nanggung duit sana sini?" Ceplosku tak tertahan.

Ia cuma menggeleng sambil tersenyum. Beranjak pamit meneruskan pekerjaannya merapihkan baju.

Ah, Allah.. tiba tiba saja ada sakit yang menyesak nyesak naik ke ulu hatiku..

***

Ku kira menghindarnya lelaki dari soal nafkah menafkahi ini hanya ada dalam kisah keluarga di bawah garis sejahtera. Cuma ada di lingkungan ekonomi menengah ke bawah.

Sampai ku temui sendiri mereka. Keluarga dengan suami yang berlatar pendidikan di atas rata rata.

Istrinya pontang panting bekerja, dari pagi sampai malam. Mencoba memenuhi semua kebutuhan yang ada. Mulai dari cicilan rumah, urusan dapur, sampai sekolah anak anak.

Suaminya -si lelaki dengan pendidikan di atas rata rata itu- memilih menganggur dengan alasan "belum ketemu pekerjaan yang pas".

Pas dengan apa?
Entahlah. Mungkin yang pas dengan standar gengsinya..

Lelaki yang bahkan ketika sang istri mengajukan keinginan untuk resign demi bisa mengasuh anak anak di rumah dengan tangannya sendiri, malah justru balik menghardik.

Menyebut nyebut kasar, jika resign itu dilakukan, lalu bagaimana semua kebutuhan rumah tangga ini akan dibayar?!

Aku cuma bisa bengong mendengar curhatan semacam itu ditumpahkan. Semua kata penghiburan sok bijak yang sudah kusiapkan, menghambur pergi entah kemana..

***

Mas Bro, bukankah memberi nafkah adalah tugas inti dari seorang suami? Bukankah itu adalah bagian dari perbuatan yang akan kau pertanggung jawabkan di akhirat nanti?

Hey Mas Bro, tidakkah kau tahu bahwa meski istrimu menghasilkan uang, tak akan pernah sedikitpun menggugurkan kewajibanmu soal nafkah? Jika pun dengan sukarela ia berikan gajinya untuk dikelola dalam rumah tangga, itu adalah sedekah baginya. Sedang kewajibanmu, akan tetap selalu ada.

Memberi nafkah -kata Ustadz Budi Ashari- adalah bagian dari qawwamah. Aksi nyata kepemimpinan suami. Sekaligus penjagaan atas harga diri.

Nafkah adalah pembuktian cinta seorang suami pada keluarganya. Memastikan kesejahteraan anak istri yang ada di bawah kepemimpinannya.

Nafkah adalah cara seorang lelaki bertanggung jawab, pada Ayah mertua yang dulu ia jabat semasa akad. Bahwa anak perempuan yang sedari lahir dibesarkan dengan penuh cinta dan dipenuhi segala kebutuhannya, akan juga ia bahagiakan dengan kadar yang sama..

Nafkah adalah cara seorang Ayah memberi contoh konkrit pada anak lelakinya. Bahwa lelaki yang berani mengajak perempuan untuk hidup bersama, adalah lelaki yang mampu memberikan kehidupan yang layak baginya. Bahwa memberi nafkah adalah tugas paling terhormat lelaki dalam titelnya sebagai seorang suami..

Lebih dari itu,

Nafkah, Mas Bro.. adalah cara-mu melayakkan diri atas sebutan Qur'an pada dirimu, bahwasanya "Kaum lelaki adalah pemimpin bagi kaum perempuan.." (An Nisa : 34).

Play hard, but work harder. Karena harga dirimu terletak pada kerja kerasmu..

❤Jayaning Hartami

Read more...
separador

Sunday, May 28, 2017

Puasa Kekinian

Berikut hal-hal kekinian bulan Ramadhan yang seharusnya diperbaiki.

1. Shalat tarawih, tapi tidak shalat isya. Lebih-lebih, shalat isya di rumah, baru datang ke masjid pas tarawihan. Lebih-lebih, datang ke masjid hanya buat nongkrong, cuci mata, kagak shalat sama sekali. Jangan lakukan yang beginian.

2. Bukber (alias buka bersama) di resto/hotel atau di manalah, tapi tidak shalat maghrib. Bukber bareng teman itu seru, sekalian silaturahmi. Apalagi ditraktir. Wah seru. Tapi pastikan shalat maghrib tetap ditegakkan. Nah, ada yg lebih kacau lagi, ikut bukber tapi nggak puasa. Mana makannya paling banyak pula. Ndro, situ memang ujian buat teman2nya.

3. Sibuk selfie di masjid. Ayo, masjid itu bukan tempat wisata. Seharian kita sudah bebas mau selfie di mana saja, tidak perlu ditambahi pas di masjid. Jika lagi ceramah, dengarkan dgn baik, bukan malah update foto, update status. Pun main whatsapp, line, bbm. Duuh, hidup tidak sebercanda itu juga. Buat amannya, HP memang tidak perlu dibawa sama sekali. Shalat paling cuma berapa menit, kita bebas main HP 23 jam lainnya seharian.

4. Puasa pol, tapi shalat lima waktu nggak. Yang satu ini sejak jaman dinosaurus hingga jaman android kekinian memang rumit sekali. Banyak yang bisa puasa ramadhan pol sebulan, tapi shalat lima waktunya bolong-bolong. Semoga pas ramadhan, bisa pol juga shalatnya, pun setelah ramadhan. Apalagi yang jomblo, situ tahan menjomblo bertahun2, masa’ shalat 5x sehari saja nggak kuat.

5. Ngurusin badan. Puasa itu betul, bisa jadi momen buat ngurusin badan. Asyik lihat timbangan. Tapi bulan Ramadhan bukan itu tujuannya. Nggak ada: ‘hai orang beriman, berpuasalah, agar besok kamu jadi kurus’. Lagian, kalaupun pas puasa turun 5 kilogram, ntar habis lebaran malah naik 10 kilogram.

Kurang lebih demikianlah. Jika kalian mau nambahi, silahkan tulis di kolom komentar.

*Tere Liye

Read more...
separador

Friday, May 19, 2017

Usia

Waktu kita masih kecil, boleh jadi, di kelas, kita adalah orang paling muda. Dan kita senang dengan fakta tersebut, menjadi yang paling muda diantara yang lain. Beranjak besar, kita juga masih sering menemukan hal tersebut, sebagai yang paling muda di antara sekitar, menyenangkan.

Tapi waktu tidak terasa melesat sangat cepat.

Dulu, pemain bola yang sedang top-topnya, usianya berbeda belasan tahun, dia lebih tua. Sekarang, usia pemain sepakbola yang sedang top-topnya ternyata lebih muda dibanding kita. Artis, pesohor, yang dulu jaraknya jauh dengan kita, seolah mendongak ke atas, sekarang kitalah yang bertahun-tahun lebih tua, menatap ke bawah.

Dan perlahan tapi pasti, di antara sekitar, kita tidak lagi menjadi yang paling muda. Bermunculan orang-orang yang lebih muda. Di sekolah, bermunculan adik-adik kelas. Di kampus, bermunculan angkatan baru. Di kantor, staf-staf yang lebih muda wara-wiri di sekitar kita, dan boleh jadi, mereka ternyata bekerja lebih baik, lebih pintar dan lebih segalanya dibanding kita.

Waktu melesat dengan cepat sekali. Mau kita menyadarinya atau tidak, kita tidak bisa menghentikan secara fisik tubuh kita semakin tua. 10 tahun lalu? Di mana kita? Hari ini, lihatlah di mana juga kita berada. 5 tahun lalu? Apa yang kita lakukan, hari ini, pun lihatlah apa yang sedang kita lakukan. Apakah kita tidak pernah khawatir sekali saja, tidak pernah melihat ke belakang, melakukan evaluasi, apakah kita memang telah berjalan sesuai yang kita cita-citakan, atau boleh jadi, bahkan hingga hari ini, kita tidak tahu apa sih yang sedang kita lakukan, tujuan, entah kemana sebenarnya?

Tuliskan usia kita di atas secarik kertas, tatap lamat-lamat. Jika di sana awalnya sudah angka 2, maka kita bukan lagi remaja. Jika di sana awalnya sudah angka 1, maka jelas kita tidak lagi kanak-kanak.

Kita tidak lagi menjadi yang termuda dalam banyak hal. Pikirkanlah usia kita. Apa yang telah kita lakukan selama ini? Apakah prestasi? Atau hanya menghabiskan waktu tiada berguna. Semoga itu bermanfaat memperbaiki banyak pemahaman.

*Tere Liye

Read more...
separador

Followers