Wednesday, June 15, 2016

Gak mau ikut kendurian? Berarti Ente bakhil bin kikir!

Kemarin, pengajian rutin bulanan di KPN Pedan, dijelaskan materi tentang "larangan berbuat kikir atau bakhil" oleh seorang uztad. Selain itu juga dibahas tentang dalil ritual 7 bulanan bayi  yang masih dalam kandungan (dalam adat Jawa disebut mitoni) yang katanya ada di Al-Qur'an surat Al-Mu'minun ayat 12-14 (kalian cari sendiri lah ayatnya itu). Kita disini gak akan membahas topik kedua. Yang menjadi sorotan adalah topik pertama. 

Kenapa malah topik pertama? Bukannya topik itu udah biasa dipakai di khotbah-khotbah salat tarawih maupun salat Jumat? Udah gak istimewa buat dibahas, paling juga begitu-begitu aja.

Wait...
Nanti akan aku ceritakan detail topiknya. Tapi, pertama-tama jawab dulu pertanyaanku ini. Kalian pasti udah tau apa itu bakhil atau kikir kan? 

Sudaaaahhh.. 

Apa coba?

Bakhil alias kikir tu pelit, medit (istilah Jawanya), gak mau berbagi, suka nimbun harta buat diri sendiri, merasa harta bendanya itu milik sendiri, gak mau sedekah, nganyeli lah kalo punya temen macem tu! 

Iya... Sudah... Sudah... Cukup...
Berarti kita sudah sepaham bahwa bakhil atau kikir itu enggan menunaikan kewajiban, baik harta benda atau jasa. Biar berasa lebih ilmah, coba kita simak penjelasan ini.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan orang bakhil adalah orang yang menahan (hartanya) dengan tidak menunaikan (hak dan kewajiban) yang berkaitan dengan harta yang dimilikinya tersebut. Sedangkan orang kikir adalah orang yang tamak/rakus terhadap apa-apa yang sebenarnya bukan miliknya, dan tentu saja ini lebih parah dari bakhil, karena orang yang kikir itu selalu berambisi terhadap apa-apa yang dimiliki oleh orang lain, dan dirinya tidak menjalankan apa-apa yang Allah wajibkan kepadanya, seperti zakat, berinfak, dan hal-hal lain yang sudah selayaknya dia lakukan (dengan harta yang dimilikinya). [Syarh Riyadhus Shalihin, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, penerbit Alfa, Juz ke-2, halaman 234].

Trus apa menariknya topik itu dibahas?

Menurutku, pengajian kemarin itu menarik, karena uztadnya memakai dalil surat Ali-Imran ayat 180 sebagai dasar kendurian (istilah Jawanya kondangan atau kenduren).  Kendurian itu termasuk sedekah, dan orang yang gak mau ikut kendurian (baca : sedekah) adalah orang bakhil atau kikir.

What??! Kok bisa?? 
Bunyi ayatnya kan... Duh! Gak hafal betul bunyi ayatnya, yang jelas ada kata "kikir"nya gitu. Dan memang gak ada hubungannya dengan istilah kendurian-kendurian. Kok bisa jadi dalil kendurian? Gimana nyambungnya ayat itu dengan kendurian? 

Sekali lagi aku tulis : orang yang gak mau kendurian seperti masyarakat pada umumnya berarti orang itu bakhil/ kikir. 
Biar ketemu korelasinya, mending kita cari makna istilah masing-masing dulu. Kenduri itu apa? Dan sedekah itu apa?

Oke...

Menurut KBBI pengertian kenduri adalah perjamuan makan untuk memperingati peristiwa, minta berkat, selamatan misal memperingati atau mendoakan roh (jiwa) orang yang telah meninggal. Sedangkan pengertian sedekah menurut Islam adalah pemberian seorang muslim kepada orang lain secara sukarela dan ikhlas tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu. Sedekah lebih luas dari sekadar zakat maupun infak. Karena sedekah tidak hanya berarti mengeluarkan atau menyumbangkan harta. Namun sedekah mencakup segala amal atau perbuatan baik. Dalam suatu hadist digambarkan, “Memberikan senyuman kepada saudaramu adalah sedekah” dan juga "Menggauli istrimu dengan baik adalah sedekah."

Ritual kenduri biasanya dilakukan di waktu tertentu dengan prosesi tertentu. Misal kenduri selamatan 7 hari meninggalnya seseorang, kenduri menyambut Ramadhan, merayakan kelahiran Nabi SAW, dll. Orang-orang setempat bikin makanan yang terdiri dari nasi putih (ada yang gurih ada yang biasa); lauk bisa ayam, telor, tahu tempe dan sambal goreng; buah bisa pisang jeruk, apel, salak, bengkoang, dan timun (yang dipotong kecil-kecil biar semua kebagian); tak lupa krupuk, peyek, atau kering tempe campur kacang tolo; dan satu hal yang harus ada yaitu "wajib" berupa sejumlah uang (kalau pas bapak masih sering ikut kendurian dulu sih seribu, entah sekarang berapa aku gak tau). Makanan itu dikemas dalam satu wadah lalu dibawa ke rumah salah seorang warga, ditaroh di tengah dengan para lelaki (bapak-bapak) yang duduk bersila mengelilinginya. Seorang yang dituakan (disebut modin) lantas membaca doa-doa, dan para peserta amin-amin. Lalu makanan itu dibagi-bagikan ke masing-masing peserta, tukar menukar, lantas dibawa pulang ke rumah masing-masing (disebut berkat). Udah. Selesai.

So, pak uztad itu beranggapan kalau kendurian adalah salah satu manifestasi dari sedekah. Cara bersyukur atas karunia dari Allah dengan bagi-bagi makanan, bagi-bagi doa, dan bagi-bagi kebaikan (entah ini 'kebaikan' menurut pandangan siapa), dan juga kumpul-kumpul guna mempererat tali silaturrahim antar warga. Lantas muncullah topik pengajian menarik itu tadi.

Tapi...

Tapi apa? 

Rasa-rasanya kok masih belum paham kalau membahas ayat Al-Qur'an cuma satu tanpa ada pendukung ayat yang lain atau hadist. Belum matep gitu...

Yaudah, biar lebih jelas, ini aku tulis ayatnya. Begini.
Dan jangan sekali-kali orang-orang yang kikir dengan apa yang diberikan Allah kepada mereka dari karunia-Nya[1], mengira bahwa kikir itu baik bagi mereka, padahal kikir itu buruk bagi mereka[2]. Harta yang mereka kikirkan itu akan dikalungkan (di lehernya) pada hari kiamat[3]. Milik Allah-lah warisan (yang ada) di langit dan di bumi[4]. Allah Maha Teliti apa yang kamu kerjakan[5].  [QS. Ali 'Imran: Ayat 180].

Kita bahas poin 1 dan 3 aja.
[1] yang dimaksud dengan karunia-Nya dalam ayat itu adalah berupa harta, kedudukan, ilmu maupun lainnya.
[3] harta yang mereka kikirkan itu akan dikalungkan (di lehernya) pada hari kiamat untuk menyiksa mereka. Di dalam hadist disebutkan: “Sesungguhnya orang yang tidak menunaikan zakat, maka hartanya pada hari kiamat akan dibuat seperti ular yang kuat yang memiliki dua titik hitam, lalu melilitnya atau akan dilkalungkan kepadanya sambil berkata, 'Saya adalah harta simpananmu, saya adalah harta simpananmu'.” [HR. Ahmad dan Nasa’i, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 1690].

Hadist itu sebagai penjelas, bahwa yang dimaksud kikir dalam ayat 180 QS Ali-Imran adalah gak mau menunaikan zakat atas karunia yang udah Allah kasih. Nanti di hari kiamat akan mendapat siksa karena kekikirannya. Dan dalam hal berzakat, udah ada tatacaranya sendiri. Ah, kalian pasti udah paham tentang itu. So, gak ada konteksnya Allah nyuruh kita bersedekah (berzakat) dengan cara kendurian kan?
Lagi pula, kalau memang niat bersedekah dengan cara bagi-bagi makanan, gak perlu lah nunggu waktu kendurian tiba, langsung aja kasih itu makanan ke tetangga yang mencium aroma makasanmu.  Mau bersedekah harta? Kasih aja itu duit sepeser buat pengemis di setiap jengkal jalan yang kamu lewati. Mau bersedekah ilmu? Sampaikan itu ilmu yang kalian tahu meski cuma satu ayat.

Terkadang, lantunan ayat Al-Qur'an memang terdengar begitu indah di kuping dan terasa bikin adem di hati (kata orang-orang sih gitu), tapi kebanyakan dari kita gak ngerti apa maksud ayat-ayat itu. Kita yang awam (gak mau ngaji), pasti selalu mengiyakan  yang dibilang uztad. Secara, pak uztad kan paling alim (pandai) diantara kita. Manut uztad aja lah, dijamin aman!

Hey! Siapa bilang kalau udah manut uztad berarti udah aman? Jadi orang jangan cuma manut-manut, kita juga kudu belajar. Biar kuat menghadapi kenyataan. Apa yang diperintahkan dan dilarang di kitab kita ternyata gak segampang membacanya. Juga sering dalil-dalil diterapkan gak sesuai dengan maksudnya, jadinya selenco. Belajar ilmu agama itu wajib, bukan cuma belajar 9 tahun aja yang wajib. Makanya ngaji biar ngerti! 





~WASPADALAH~




separador

0 comments:

Post a Comment

Followers