Sholat tarawih. Siapa yang tidak
kenal dengan jenis sholat yang satu ini. Semua umat muslim dari kalangan balita
hingga lansia, bahkan tidak sedikit umat yang bukan muslim pun mengetahuinya
meskipun hanya sebatas tahu namanya. Sholat sunnah yang hanya ada di Bulan
Ramadhan, yang umumnya dikerjakan di malam hari sehabis sholat Isya’ inilah yang biasa kita sebut dengan salat Tarawih.
Bulan Ramadhan memang istimewa.
Biasanya, orang yang jarang atau
tidak pernah sholat sekalipun jadi ikutan mengerjakan sholat; orang yang sholatnya
sendirian di rumah, pada bulan Ramadhan sholatnya pindah ke masjid dengan berjamaah. Masjid
menjadi seperti pasar kaget, mendadak ramai. Jika Bulan Ramadhan sudah selesai, pasar
kagetnya pun usai. Masjid kembali sepi. Hanya muadzin (tukang adzan) dan beberapa
gelintir orang setia yang masih tersisa. Namanya juga pasar kaget, ramai di waktu-waktu tertentu.
Selama menjalani hidup sebagai anak
kos yang sudah hampir sepuluh tahun (terhitung sejak SMA hingga bekerja), pasti
setiap Bulan Ramadhan aku pernah ikut sholat tarawih berjamaah di beberapa masjid. Dan aku baru
menyadari bahwa sholat tarawih di setiap masjid itu tidak sama dalam jumlah rakaat
maupun pelaksaannya. Ramadhan tahun lalu aku mengikuti sholat tarawih di
beberapa masjid di daerah tempat aku bekerja. Aku ke masjid bersama salah
seorang teman kos-ku. Pengennya sih nyobain tarling (tarawih keliling) gitu. Hehe..
Masjid pertama, yang paling dekat
dengan kosan –
atas rekomendasi dari ibu kos. Masjidnya tidak begitu luas tapi bersih dan
rapi. Jamaah yang datang tak begitu banyak. Satu shaf jamaah laki-laki dan satu
shaf jamaah perempuan yang kebanyakan adalah emak-emak dan nenek-nenek. Mungkin
karena masjid itu masjid milik sebuah sokolah, bukan masjid milik kampung, jadi
kelihatan sepi. Setelah imam membaca takbiratul ihram, aku dengarkan bacaan
alfatehah dan surat-surat pendeknya, begitu bagus. Terdengar jelas, tidak
terlalu cepat, dan enak di kuping. Aku suka. Teman-teman kos-ku juga suka. Pelaksanaan
sholat tarawihnya normal, seperti pelaksanaan sholat-sholat wajib pada umumnya.
Perpindahan gerakan antara posisi satu ke posisi yang lain tidak terlalu cepat.
Jumlah rakaat sholat tarawihnya 8 rakaat dengan 2 salam setiap empat rakaat. Setiap
selesai empat rakaat, imam istirahat sejenak dengan membaca bacaan-bacaan
tertentu yang diikuti para jamaah, baru kemudian melanjutkan sholat tarawihnya. Setelah
sholat tarawih selesai delapan rakaat, diisi dengan tausiah singkat. Selanjutnya
ditutup dengan witir 3 rakaat dengan satu salam. Dalam sholat witir tersebut ada
yang berbeda, yakni imam membaca surat Al-A’laa di rakaat pertama, surat
Al-Kafirun di rakaat kedua, dan di rakaat terakhir imam membaca surat Al-Ikhlash.
Selalu dengan tiga surat itu di setiap sholat witirnya. Setelah prosesi sholat
selesai, imam mengajarkan para jamaah membaca Al-Qur’an. Selanjutnya para
jamaah pulang.
Masjid kedua, lokasinya di seberang
kos yang cukup dekat. Masjidnya cukup besar dan luas. Seperti umumnya masjid
jami’ (masjid yang dipakai untuk sholat berjamaah) di kampung-kampung. Shaf
laki-laki memenuhi bagian dalam masjid (dalam ruangan) sedangkan shaf perempuan
berada di emperan (bagian luar masjid). Banyak anak kecil kira kira usia SD di masjid itu. Ada
yang ikut sholat di sebelah emak atau bapaknya. Banyak juga yang tidak ikut sholat,
hanya ngobrol dan bermain dengan sesamanya di sekitaran masjid. Hal itu membuat
masjid menjadi riuh. Situasi yang sangat tidak kondusif untuk sebuah interaksi
antara hamba dan Rabb-nya. Karena ramainya anak-anak bermain, sampai-sampai
suara imam tidak terdengar jelas hingga ke shaf paling belakang. Selain itu
juga dikarenakan bacaan dan gerakan imam yang terlalu cepat. Jumlah rakaat sholat
tarawihnya sebanyak 20 rakaat dengan salam di setiap 2 rakaat. Setelah membaca
alfatehah di rakaat pertama, imam membaca surat-surat terpendek dalam Al-Qur’an
yang terdiri dari 3–5 ayat seperti Al-Ikhlas, Al-Lahab, Al-Falaq, An-Nas, Al-Kautsar,
dsb. Selanjutnya di rakaat kedua imam membaca beberapa potongan ayat dalam
Al-Qur’an yang aku tidak tahu dan belum pernah mendengar ayat tersebut
sebelumnya dibaca dalam sholat. Setiap mendapat empat rakaat imam istirahat
singkat dengan membaca bacaan-bacaan tertentu yang diikuti para jamaah. Begitu seterusnya
hingga di rakaat ke duapuluh. Tidak ada tausiah
singkat. Kemudian sholat lagi dua rakaat. Dalam
benakku bertanya-tanya, bukankah sholat tarawihnya sudah kelar? Ini kok masih
sholat dua rakaat?, belum sempat aku mendapat jawaban, imam dan para jamaah
lain sudah kembali berdiri untuk melanjutkan salat satu rakaat. Setelah itu aku
baru mengerti, ternyata salat witir di masjid tersebut 3 rakaat dengan dua kali
salam (dua rakaat salam, ditambah satu rakaat salam). Gerakan sholat witirnya
tidak secepat pada sholat tarawih. Selesai prosesi sholat sungguh astaga, aku
dikejutkan oleh suara bedug dan rebana yang mendadak dibunyikan oleh anak-anak
dengan semangatnya. Lalu para jamaah pulang.
Masjid ketiga, ikut sholat tarawih bersama
pembantunya ibu kos – Yu
Pitrah, begitu kalau bu kos manggil. Masjid di dekat rumah Yu Pitrah lokasinya
lebih jauh daripada dua masjid sebelumnya. Letak masjid lebih tinggi daripada
bangunan rumah-rumah di sekelilingnya. Masjid itu luas dan ramai juga. Namun
penataan shaf perempuan tidak teratur, karena masih terlihat ada shaf yang
longgar di sana sini dan shafnya tidak lurus. Jumlah rakaat sholat tarawihnya
sama dengan di masjid ke dua yaitu 20 rakaat. Bedanya, di masjid ini sehabis
alfatehah imam membaca surat Al-Ikhlas di setiap rakaat ke-dua dan gerakannya
lebih cepat dibandingkan pada sholat tarawih di masjid sebelumnya. Aku iseng menghitung
waktu salatnya. Dan,
wow, hanya sekitar kurang lebih 3 menit untuk dua rakaat. Dan aku selalu tertinggal
untuk salam karena bacaan atahiayat akhir-ku belum selesai, imam sudah salam.
Witir juga sama, 3 rakaat dengan dua kali salam (dua rakaat salam, ditambah satu
rakaat salam).
Sholat tarawih dan witir dengan
bilangan rakaat dan pelaksanaan semacam itu memang tidak asing lagi bagiku. Ingat,
aku sudah melanglang buwana melewati beberapa Ramadhan di kampung orang. Setelah
mengetahui sholat tarawih dan witir di ketiga masjid yang masih satu kampung itu
berbeda, akhirnya aku memutuskan untuk tidak ikut sholat tarawih berjamaah lagi
di masjid. Aku sholat sendiri di kamar kos. Yang menjadi pertanyaanku saat ini
adalah sholat tarawih dan witir yang bagaimana yang benar-benar dituntunkan
Rasulullah SAW?
Maka dari itu, yuk kita cari tahu tatacara pelaksanaan sholat
tarawih dan witir!
SHOLAT TARAWIH
Tarawih artinya relax, santai,
istiirahat. Ulama mengistilahkan salat sunnah ini dengan sholat tarawih, karena
melihat riwayat yang menjelaskan tentang bagaimana cara Nabi SAW melakukannya.
Yaitu dengan perlahan-lahan/ relax/ santai, serta diselingi dengan istirahat
setiap habis salam.
Dari ‘Aisyah RA,
katanya : Adalah Rasulullah SAW sholat 4 rakaat di malam hari. Kemudian beliau
beristirahat/ bertarawih lama sekali, sehingga aku merasa kasihan kepadanya.
[HR. Baihaqi juz 2, hal. 497].
Waktunya
Sholat tarawih dikerjakan setiap
malam pada bulan Ramadhan, boleh dikerjakan di awal malam atau di pertengahan
maupun di akhirnya, baik sebelum tidur maupun sesudah tidur. Tegasnya, sholat
tarawih adalah sholat malam di bulan Ramadhan.
Dari Abu Dzarr, ia
berkata : Kami berpuasa Ramadhan bersama Rasulullah SAW. Beliau tidak sholat
(malam) bersama kami sehingga tinggal tujuh hari dari bulan itu. Lalu beliau sholat
bersama kami hingga lewat sepertiga malam, kemudian beliau tidak sholat malam bersama
kami pada malam yang keenam. Tetapi beliau sholat malam bersama kami pada malam
yang ke lima hingga lewat tengah malam.
[HR. Abu Dawud juz 2, hal. 50, no. 1375].
Bilangan rakaatnya
Sholat sunnah tarawih ini bilangan
rakaat yang biasa dikerjakan oleh Nabi SAW adalah sebelas rekaat beserta
witirnya. Dan sebanyak-banyaknya tak terbatas, berapa saja seseorang mampu
melakukannya hingga habis waktu sholat sunnah tersebut, yaitu masuk sholat subuh.
Dari ‘Aisyah RA, ia
berkata : “Rasulullah sholat antara beliau selesai dari Isyak hingga fajar, 11
rakaat. Beliau salam antara tiap-tiap 2 rakaat, lalu berwitir 1 rakaat.
[HR. Muslim juz 1, hal. 508].
Dari Abu Salamah bin
Abdur Rahman, bahwasannya ia pernah bertanya kepada ‘Aaisyah RA, “Bagaimanakah sholatnya
Rasulullah SAW di bulan Ramadhan?”. Maka ‘Aisyah berkata, “Rasulullah SAW tidak
melebihkan di bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan atas sebelas rakaat.
Beliau sholat empat rakaat, jangan kamu tanya bagusnya dan panjangnya. Beliau sholat
empat rakaat, jangan kamu tanya bagusnya dan panjangnya. Kemudian beliau sholat
(witir) tiga rakaat”. [HR. Bukhari juz 2, hal. 47; Muslim juz 1,
hal. 509].
Maksud hadist tersebut, Nabi SAW sholat
2 rakaat salam, 2 rakaat salam lalu istirahat. Dilanjutkan 2 rakaat salam, 2
rakaat salam lalu istirahat. Kemudian sholat witir 3 rakaat. Namun hadist
tersebut bukan merupakan batasan dari Nabi SAW, tetapi hanya menunjukkan bahwa
Nabi SAW sholat malam sebelas rakaat.
Cara pelaksanaannya
Pelaksanaan sholat tarawih boleh
dikerjakan dengan jahr (nyaring) atau sirr (suara lembut).
Dari ‘Abdullah bin Abu
Qais, ia berkata : Aku bertanya kepada ‘Aisyah RA, “Bagaimana bacaan Nabi SAW
pada waktu (sholat) malam?”. Jawab ‘Aisyah, “Semuanya itu pernah dilakukan oleh
Rasulullah SAW, terkadang beliau membaca sirr (pelan) dan terkadang beliau
membaca jahr (nyaring)”. Maka aku berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah
memberi kelonggaran dalam hal ini”. [HR. Tirmidzi juz 1, hal. 278, no 447, ia
berkata : ini hadist shahih, gharib].
Selain itu, sholat tarawih juga
boleh dikerjakan berjamaah maupun sendirian.
Dari ‘Aisyah Ummul
Mu’minin RA, bahwasannya pada suatu malam Rasulullah SAW sholat malam di masjid,
maka orang-orang turut sholat bersama beliau. Kemudian beliau sholat pula pada
malam berikutnya, maka bertambah banyak orang yang mengikutinya. Kemudian malam
ketiganya atau keempanya mereka telah berkumpul, tetapi beliau tidak datang.
Maka setelah pagi harinya beliau berkata, “Sungguh saya telah mengetahui apa
yang kalian lakukan tadi malam dan saya tidak berhalangan untuk datang kepada
kalian, hanya saja saya khawatir kalau sholat itu diwajibkan atas kalian”. (Kata
‘Aisyah), “Kejadian tersebut pada bulan Ramadhan”. [HR. Bukhari juz 2,
hal. 44].
SALAT WITIR
Sholat sunnah witir ialah sholat
sunnah lail yang dikerjakaan dengan bilangan rakaat ganjil (witir = ganjil).
Dari ‘Ali RA, ia
berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Wahai ahli Qur’an, berwitirlah kalian,
karena sesungguhnya Allah itu witir/ tunggal, Ia suka kepada (sholat) witir”. [HR. Abu Dawud juz 1,
hal. 61, no. 1416].
Waktunya
Sholat witir dikerjakan pada setiap
malam, baik di dalam maupun di luar bulan Ramadhan, boleh dikerjakan di awal,
pertengahan, maupun sesudah tidur, kesemuanya itu pernah dicontohkan oleh
Rasulullah SAW.
Dari ‘Aisyah RA, ia
berkata, “Dalam seluruh (bagian) malam Rasulullah SAW pernah mengerjakan witir,
di permulaan malam, pertengahannya, dan di akhirnya, hingga witirnya selesai
pada waktu sahur”. [HR.
Muslim juz 1, hal. 512].
Dari Jabir RA, ia
berkata, telah bersabda Rasulullah SAW, “Barangsiapa khawatir tidak akan bangun
pada akhir malam, maka bolehlah berwitir pada awal malam. Dan barangsiapa
berkeyakinan mampu bangun di akhir malam, maka hendaklah mengerjakan witir pada
saat itu, karena salat di akhir malam itu disaksikan dan yang demikan itu lebih
utama”. HR.
Muslim juz 1, hal. 520].
Bilangan rakaatnya
Sholat witir dikerjakan dengan
bilangan rakaat antara lain : 1 rakaat, 3 rakaat, 5 rakaat dengan satu
tasyahhud (atahiyat akhir) di rakaat terakhir lalu salam, 7 rakaat dengan dua
tasyahhud di rakaat ke-6 dan 7 lalu salam, dan 9 rakaat dengan dua tasyahhud di
rakaat ke-8 dan 9 setelah itu salam. Dari sekian masjid yang aku pernah ikut
salat berjamaah, biasanya sholat witirnya dilakukan 3 rakaat. Dan bila melakukan
3 rakaat harus dengan satu tasyahhud di rakaat yang terakhir, lalu salam.
Dari ‘Aisyah, ia
berkata, “Dahulu Rasulullah SAW pernah berwitir dengan 3 rakaat, beliau tidak
salam kecuali pada rakaat terakhir”. [HR. Hakim dalam Al-Mustadrak juz 1, hal. 447, no.
1140].
Dari Sa’ad bin Hisyam,
bahwasanya ‘Aisyah menceritakan kepadanya bahwasanya dahulu Rasulullah SAW
tidak salam pada dua rakaat dalam sholat witir”. [HR. Nasaiy juz 3, hal.
235].
Tidak diperkenankan sholat witir
yang tiga rakaat itu dengan 2 rakaat salam, kemudian disambung dengan 1 rakaat
lalu salam. Hal ini menyalahi riwayat ‘Aisyah di atas dan menyalahi arti witir
itu sendiri, karena witir itu artinya ganjil, sedangkan 2 itu genap, jadi tidak
dapat dikatakan witir. Dan juga tidak diperkenankan sholat 3 rakaat tersebut
dengan dua tasyahhud 1 salam, sebab ini menyerupai salat Maghrib. Yang demikian
itu dilarang oleh Nabi SAW sebagaimana sabda Rasulullah : “Janganlah kalian
witir 3 rakaat, (tetapi) salatlah witir 5 rakaat atau 7 rakaat, dan janganlah
kalian menyerupai sholat Maghrib”. [HR.
Daruquthniy juz 2, hal. 24].
Dalam hadist tersebut, Rasulullah
melarang kita sholat witir 3 rakaat dan memerintahkan untuk sholat dengan 5 atau
7 rakaat. Sedang hadist-hadist lain menerangkan bahwa Rasulullah SAW sendiri
mengerjakan salat witir 3 rakaat. Maka dari kedua hadist tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa yang dilarang mengerjakan salat witir 3 rakaat itu adalah
witir yang menyerupai sholat Maghrib, sedang witir 3 rakaat yang tidak
menyerupai sholat Maghrib tidak dilarang, bahkan dikerjakan oleh Rasulullah SAW.
Adapun bentuk keserupaan itu ialah dengan 2 tasyahhud satu salam. Maka supaya
tidak menyerupai sholat Maghrib, hendaklah salat witir 3 rakaat yang dikerjakan
sekaligus dengan satu tasyahud di akhir rakaat dan satu salam.
Bacaan sesudah sholat
witir
Menurut riwayat Nasai, Rasulullah
SAW setelah salat witir, beliau membaca Subhaanal Malikil Qudduus sebanyak 3 kali. Berdasarkan
riwayat berikut : Dari Qatadah dari Zurarah dari Abdur Rahman bin Abza dari
Rasulullah SAW, biasanya beliau Rasulullah SAW di dalam sholat witir membaca
surat Al-A’laa, Al-Kafirun dan Al-Ikhlash. Setelah selesai lalu beliau
mengucapkan Subhaanal Malikil Qudduus 3 kali, dan baliau memanjangkan
pada bacaan yang ke tiga”. [HR.
Nasaaiy juz 3, hal. 247].
Dan menurut riwayat Thabaraniy,
setelah bacaan tersebut ada tambahan “Rabbul malaaikati war ruuh” (Tuhannya
para malaikat dan ruh), tapi tambahan itu tidak shahih, karena dalam
sanadnya ada perawi bernama ‘Isa bin Yuunud, yang tidak diketahui jarh-ta’dilnya. Adapun bacaan “Allohumma
innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa, fa’fu ‘annii” itu adalah bacaan bila mengetahui Lailatul
Qadr.
Dari ‘Aisyah, ia
berkata : Aku bertanya, “ya Rasulullah, bagaimana pendapat engkau apabila aku
mengetahui bahwa malam itu malam Lailatul Qadr, apa yang harus aku baca?”.
Beliau bersabda, “Bacalah Allohumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa, fa’fu
‘annii (Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, Engkau suka memaafkan,
maka maafkanlah kesalahanku)”. [HR. Tirmidzi juz 5, hal. 195, no. 3580].
Lafadh tersebut juga diriwayatkan
oleh Ahmad juz 9 hal. 526, juz 9 hal. 547, dan juz 10 hal. 24. Juga
diriwayatkan oleh Ibnu Majah juz 2, hal. 1265 no. 3850. Tapi dalam ‘Aridlatul
Ahwadzi dengan lafadh Allohumma innaka ‘afuwwun kariim tuhibbul ‘afwa, fa’fu
‘annii (Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Pemurah,
Engkau suka memaafkan, maka maafkanlah kesalahanku). [HR. Tirmidzi, dalam ‘Aridlatul Ahwadzi juz
13, hal. 42, no. 3513].
KESIMPULAN
Sholat tarawih dikerjakan
setiap malam khusus pada bulan Ramadhan, boleh di awal, pertengahan, atau akhir
malam (sebelum atau setelah tidur). Bilangan rakaatnya berjumlah delapan rakaat
(sesuai yang dikerjakan Nabi SAW), dan sebanyak-banyaknya tidak terbatas dengan
cara 2 rakaat salam, 2 rakaat salam, lalu istirahat, dst. Boleh dikerjakan
dengan suara nyaring atau lembut, boleh secara berjamaah atau sendirian.
Sholat witir dikerjakan setiap malam
(selama bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan), boleh di awal, pertengahan,
atau akhir malam (sebelum atau setelah tidur). Bilangan rakaatnya boleh 1
rakaat, 3 rakaat dengan satu tasyahud di rakaat terakhir (tidak boleh dipotong
2 rakaat salam lalu 1 rakaat salam, dan tidak boleh menyerupai sholat Maghrib),
5 rakaat dengan satu tasyahhud (atahiyat akhir) di rakaat terakhir lalu salam,
7 rakaat dengan dua tasyahhud di rakaat ke-6 dan 7 lalu salam, dan 9 rakaat
dengan dua tasyahhud di rakaat ke-8 dan 9 setelah itu salam. Disunnahkan
membaca surat Al-A’laa, Al-Kafirun dan Al-Ikhlash dalam salat witir, lalu
membaca Subhaanal Malikil Qudduus 3 kali setelah selesai salat.
Nah, sudah jelas kan bagaimana sholat tarawih dan witir yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW? Silakan pilih sendiri
sesuai dengan keyakinan masing-masing. Well, that’s all. Semoga bisa dipahami dan bermanfaat.
0 comments:
Post a Comment