Wednesday, June 29, 2016

Membaca 1 Juz Al-Qur'an = Gratis 2 Liter BBM


Hai gaes, masih semangat kan puasanya? Ramadhan tinggal beberapa hari lagi nih, gimana rasanya Ramadhan di Indonesia tahun ini?  Penuh warna dan kejutan kan? So pasti...
Belum lama terkisah cerita tentang razia lapak penjual makanan yang buka di siang hari oleh satpol PP, baru-baru ini Pertamina bikin campaign Membaca 1 Juz Al-Qur’an = Gratis 2 Liter BBM”

Informasi tentang promo bensin gratis dengan syarat membaca Al Quran satu juz terpampang di banner seperti ini.


Jujur gaes, aku pun sering enggak ajeg baca Qur’an. Cuma pas lagi pengajian aja baca Qur’an-nya. Kadang terbetik maksud hati pengin baca Qur’an saban kelar salat, ealaah, setan lebih pinter buat membelokkan niat/ keminginan, ada aja godaannya, hape kling kling minta dibalas WhatsApp-nya, Facebook nungguin buat dicek udah dapet berapa komentar, belum lagi rasa ngantuk tak tertahankan sehabis kekenyangan makan buka puasa. Hadeeewh.

So, dengan adanya program hasil dari Pertamina kerja bareng dengan Yayasan Nurul Hayat ini dinilai sebagian besar masyarakat sebagai program yang sangat positif di bulan Ramadhan. Mengajak sesama hamba Allah SWT mau beribadah (membaca Al-Qur’an), meski berbau iming-iming (2 liter bensin gratis jenis Pertamax atau Pertalite). Selain guna memberikan nuansa berbeda bagi pelanggan yang datang ke SPBU dengan membudayakan mengaji di bulan Ramadhan, juga untuk memakmurkan musala yang berada di SPBU. Ngabuburit dengan hal positif, why not?

Lalu, gimana tilawahnya itu?
Jadi gini... Setelah mendaftarkan diri dan memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku, peserta lalu ketemu sama ustadz/ ustadzah dari Nurul Hayat yang siap menyimak setoran bacaan Al-Qur’an-nya. Jadi ada mentornya gitu, gak cuma asal baca. Mereka bakal mengoreksi apakah tajwidnya udah bener, idzhar, idghom, ikhfa’, iqlab, panjang pendeknya bacaan. Biasanya kalau baca Qur’an di rumah gak ada yang ngecek bacaan kita kan?

Satu juz kurang lebih 15–20 halaman kali ya? Kalo pengin baca Qur’an-nya gak terlalu lama, boleh lah juz 30 aja yang suratnya pendek-pendek dan sebagian besar sudah hafal di luar kepala. Hehehe. Kalo udah kelar bacanya, peserta lalu dikasih semacam voucher apresiasi dari Pertamina. Langsung aja cuss ke mbak-mbak Pertamina, lalu dapet BBM gretong deh! Satu juz baca Qur’an dapet voucher BBM senilai 2 liter dan ini berlaku kelipatannya. Hohohoooo, mayaaan bisa buat mudik ke kampung.

Pertamina juga kian berkah karena banyak yang ngaji di SPBU. Para peserta juga bisa dapat pahala karena berakrab-akrab dengan Al-Qur’an. Ya kan? So, raih pahala baca Al-Quran dan dapatkan gratis BBMnya!

Wait...
Emang boleh ya ibadah dengan dua niat sekaligus? Niat beribadah dengan ditumpangi niat lain yang bersifat keduniaan. Niat baca Qur’an biar dapat pahala atau biar dapet bensin gratis nih? Yang mana prioritas niatnya? Inget gak sebuah film yang diangkat dari novel laris karya Tere Liye dengan judul “Hafalan Salat Delisa”?

Sebelum Delisa hafal bacaan sholat itu Umi Salamah sudah membelikan seuntai kalung emas dengan gantungan huruf D untuk Delisa. Delisa senang sekali dengan kalung itu. Semangatnya semakin menggebu-gebu. Tapi entah mengapa Delisa tak pernah bisa menghafal bacaan salatnya dengan sempurna. Ia ingat dengan cerita Ustad Rahman tentang bagaimana khusuknya salat Rasul dan sahabat-sahabatnya.

"Kalo orang yang khusuk pikirannya selalu fokus. Pikirannya satu." Nah jadi kita salat harus khusuk. Andaikata ada suara ribut di sekitar tetap khusuk.

Dari cerita Delisa itu, dapat diambil pelajaran, dalam beribadah harus fokus, niatnya satu, lurus ikhlas, lillahi ta’ala, ibadah karena Allah. Bukan ibadah karena biar dapet kalung emas, biar dapet bensin gratis, biar dipuji orang lain, atau bahkan biar bisa buat koleksi foto selfie #lagi ngaji, dan lain sebagainya. Bukan kah setiap kita salat kita selalu membacanya (dalam doa iftitah)?  Innash sholati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi robbil alamin (sungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam) [QS Al An'am ayat 162].

Kalau niat suatu ibadah tercampur dengan perasaan karena orang, terpaksa, malu, merasa tidak enak, pamrih ingin dipuji, diperhatikan atau karena kasihan dan lain-lain, maka ini akan merusak nilai pahala ibadah kita. Karena setitik nila, rusaklah susu sebelanga. Karena salah niat, rusaklah pahala amal kita.

....Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya (pahala dunia) niscaya kami berikan balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka tidak akan dirugikan. ltulah orang-orang yang tidak mempe-oleh pahala di akhirat kecuali neraka dan lenyaplah apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah dikerjakan. [QS Ali Imran ayat 145].

Amal kebaikan yang tidak didasari keikhlasan di dalamnya hanya akan menghasilkan kesia-siaan belaka. Bahkan bukan hanya itu, teman-teman ingat tidak dengan sebuah hadits Rasulullah yang menyatakan bahwa tiga orang yang akan masuk neraka terlebih dahulu adalah orang-orang yang beramal kebaikan namun bukan karena Allah? (Kalau lupa atau masih belum tahu, mungkin lain kali biar diposting).

Dalam salah satu hadits juga diriwayatkan tentang betapa pentingnya meluruskan niat itu. Kita  sering mendengar atau bahkan memakai hadits ini buat dalil (yang kadang tidak tepat dalam pengamalannya).
Dari Umar RA, ia berkata : Saya mendengar Nabi SAW bersabda, "Amal perbuatan itu tergantung niatnya. Maka barangsiapa yang hijrahnya karena menginginkan dunia yang akan ia dapatkan, atau wanita yang ia akan mengawininya, maka hijrahnya itu akan diberi balasan sesuai niatnya dia berhijrah. Dan barangsiapa yang hijrahnya itu karena thaat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu akan diberi balasan pahala thaat kepada Allah dan Rasul-Nya SAW". [HR. Bukhari juz 4, hal. 252].

Makna hadits di atas adalah barangsiapa tujuan hijrahnya karena Allah, maka ia akan mendapatkan pahala dari Allah dan barangsiapa tujuan hijrahnya untuk mencari hal-hal yang sifatnya keduniaan atau untuk menikahi seorang wanita maka ia tidak mendapatkan pahala apa-apa, bahkan jika ke arah maksiat, ia akan mendapatkan dosa.

Dan, keikhlasan dalam beramal/ beribadah itu seharusnya tidak hanya ada saat kita sedang mengerjakannya, tapi juga harus ada baik sebelum maupun sesudah kita melakukan amal kebaikan. Apalah artinya kita ikhlas ketika beramal, tapi setelah itu kita merasa hebat dan bangga karena kita telah melakukan amal tersebut. Apa kita tidak takut akan munculnya perasaan bangga setelah kita beramal saleh yang menyebabkan tidak diterimanya amal kita itu? Sayangnya, hal ini sering terjadi dalam diri kita. Sungguh amat sangat merugikan hal yang demikian itu.

Niat dan keikhlasan adalah perkara hati yang urusannya sangat penting. Dan yang paling sulit ditebak adalah isi hati seseorang. Demi Tuhan, cuma dia dan Tuhan saja lah yang tahu.





~KEEP CALM & HAPPY FASTING~




Read more...
separador

Monday, June 27, 2016

Hadits yang Sering Disampaikan dalam Khotbah di Bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan memang bulan istimewa bagi sebagian besar umat manusia. Masjid-masjid mendadak ramai, 10 hari pertama dan beberapa hari terakhir bulan Ramadhan. Orang-orang berbondong-bondong ke masjid untuk salat tarawih (bahkan ada yang ingin mencari lailatul qodar di tanggal ganjil 10 hari terahkir). Lalu puncaknya di pagi hari tanggal 1 Syawal saat digelar salat idul fitri.

Biasanya pada salat tarawih dapat dipastikan adanya khotbah tausiyah, dengan beberapa materi khotbah yang berbeda tiap malamnya, yang umumnya berkaitan dengan amalan-amalan di bulan Ramadhan. Para khotib pun punya cara dan gaya masing-masing dalam menampaikan materi khotbah.

Baiklah, yang menjadi perhtian saat ini adalah beberapa landasan/ dalil yang dipakai dalam materi khotbah. Penyampaian khotbah tak luput dari dalil berupa ayat Al-Qur’an maupun hadits. Kalau Al-Qur’an sudah pasti tiada keraguan di dalamnya, tapi kalau hadits, masih patut diragukan kebenaran dan keasliannya.

Ternyata, beberapa hadits seputar Ramadhan yang sering disampakian dalam khotbah salat tarawih ada yang tidak valid/ sahih. Berikut beberapa contohnya.

Dari Abu Hurairah, ia berkata : Ketika tiba bulan Ramadlan Rasulullah SAW bersabda, “Telah datang pada kalian bulan Ramadlan, bulan yang diberkahi, Allah mewajibkan kepada kalian berpuasa pada bulan itu, ketika itu pintu-pintu surga dibuka, dan pintu-pintu neraka Jahim ditutup, dan syaithan-syaithan dibelenggu. Dalam bulan itu ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang terhalang dari kebaikan-kebaikannya, maka sungguh dia telah terhalang (dari segala kebaikan)”. [HR. Ahmad juz 2, hal. 230, munqathi’].
Keterangan:
Hadits munqathi’ adalah hadits yang tidak bersambung sanadnya, dalam bentuk apapun. Hadits munqathi’ dianggap dhaif dengan kesepakatan ulama karena tidak terpenuhinya satu syarat dari syarat-syarat diterimanya sebuah hadits, yaitu ittishâl as-sanad (sanad yang bersambung), dan juga karena ketidaktahuan tentang status perawi yang hilang dalam sanad.

Dari Salman, ia berkata : Rasulullah SAW berkhutbah pada hari terakhir bulan Sya’ban, beliau bersabda, “Hai para manusia, sungguh telah menaungi kalian bulan yang agung, bulan yang diberkahi, bulan yang di dalamnya ada satu malam lebih baik daripada seribu bulan. Allah menjadikan puasanya suatu kewajiban, dan shalat malamnya tathawwu’an (sunnah). Barangsiapa mendekatkan diri (kepada Allah) pada bulan itu dengan sesuatu berupa kebaikan, maka dia seperti orang yang menunaikan kewajiban di luar bulan Ramadlan. Barangsiapa yang menunaikan satu kewajiban (amalan fardlu) pada bulan itu, maka dia (pahalanya) seperti orang yang menunaikan tujuh puluh kewajiban di luar bulan Ramadlan. Dan bulan (Ramadlan) adalah bulan keshabaran, sedangkan sabar pahalanya adalah surga, dan bulan pertolongan dan bulan yang padanya bertambah rezqinya orang mu’min. Barangsiapa memberi buka kepada orang yang berpuasa pada bulan itu, maka yang demikian itu merupakan ampunan untuk dosa-dosanya dan membebaskan dirinya dari neraka, dan dia mendapatkan pahala seperti pahalanya orang yang berpuasa tanpa berkurang sedikitpun dari pahalanya”. Para shahabat bertanya, “(Ya Rasulullah), tidak setiap orang dari kami mesti mempunyai sesuatu untuk memberi makan berbuka kepada orang yang berpuasa”. Maka beliau menjawab, “Allah memberikan pahala ini kepada orang yang memberi buka orang yang berpuasa meskipun berupa sebuah kurma, seteguk air atau sedikit susu. Bulan Ramadlan itu adalah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya bebas dari neraka. Barangsiapa yang memberi keringanan kepada budaknya, maka Allah mengampuninya dan membebaskannya dari neraka. Dan perbanyaklah pada bulan itu melakukan empat hal, dua hal yang dengannya kalian membuat ridla Tuhan kalian, dan dua hal lagi yang kalian membutuhkannya. Adapun dua hal yang dengannya kalian bisa membuat ridla Tuhan kalian ialah kesaksian (syahadat) bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan kalian mohon ampunan kepada-Nya. Adapun dua hal yang kalian membutuhkannya ialah kalian mohon surga kepada Allah dan mohon perlindungan dari neraka. Dan barangsiapa di bulan itu membuat kenyang kepada orang yang berpuasa, maka Allah akan memberinya minum dari telagaku, sekali minum dia tidak akan haus hingga masuk surga”. [HR. Ibnu Khuzaimah juz 3, hal. 191 no 1887, dhaif karena dalam sanadnya ada perawi bernama ‘Ali bin Zaid bin Jud’aan].
Keterangan :
Tentang perawi ‘Ali bin Zaid bin Jud’aan tersebut :
-    Ahmad bin Hanbal berkata : ia dhaif
-    Bukhari dan Ibnu Hibban berkata : tidak dapat dijadikan hujjah
-    Nasaiy berkata : ia dhaif
-    Ibnu Khuzaimah berkata : saya tidak berhujjah dengannya karena buruk hafalannya.
Bisa dilihat dalam Mizaanul I’tidal juz 3, hal. 127, no. 5844. Dan Tahdzibut Tahdzib juz 7, hal. 283, no 545.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Ramadlan adalah bulan dimana Allah ‘Azza wa Jalla mewajibkan puasa padanya, dan aku mensunnahkan shalat malam untuk kaum muslimin, maka barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadlan karena iman dan mengharap pahala (dari Allah), maka ia keluar dari dosa-dosanya sebagaimana ketika ibunya melahirkannya”. [HR. Ahmad dari ‘Abdurrahman juz 1, hal. 195, dhaif karena dalam sanadnya ada An-Nadlr bin Syaiban].

Hadits-hadits dhaif (lemah), yang tidak bisa dipastikan asalnya dari Rasulullah SAW, para ulama sepakat tidak boleh dipakai dalam perkara aqidah dan hukum agama. Ada pun penggunaan hadits dhaif untuk perkara menggalakan dan merangsang manusia untuk melaksanakan  fadhailul a’mal (amal-amal utama), akhlaq, kelembutan hati,dan semisalnya, maka para ulama berbeda pendapat.

Pihak yang membolehkan mengamalkan hadits dhaif untuk amal-amal utama dengan memberikan syarat, antara lain : hadits tersebut kedhaifannya ringan, dan  kandungannya   memiliki dasar yang kuat yang telah ada pada hadits lain yang tidak dhaif, dan hendaknya si penasehat menjelaskan kepada manusia bahwa hadits tersebut adalah dhaif. (Sayangnya, umumnya khotib tidak menjelaskan keterangan kedhaifan hadits yang disampaikannya).

Pihak yang menolak berpendapat selama hadits shahih masih ada, maka cukuplah bersandar dengannya, baik dalam urusan aqidah, syariah, fadhailul a’mal, akhlak, dan semisalnya. Sebab, menyibukkan diri dengan hadits dhaif, akan membuat terlupakannya hadits-hadits shahih. Menggunakan hadits dhaif, sama juga memasukkan ke dalam Islam sesuatu yang bukan bagian dari Islam. Tidak menggunakan hadits shahih, sama juga menghapuskan dari Islam sesuatu yang sebenarnya merupakan bagian dari Islam. Inilah bahayanya.

Hadits dhaif hanyalah mendatangkan sangkaan yang sangat lemah, orang mengamalkan sesuatu dengan prasangka, bukan sesuatu yang pasti diyakini. Allah berfirman:
Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. [QS. Yunus : 36].

Nabi SAW juga bersabda:
Jauhkanlah dirimu dari sangka-sangka, karena sesungguhnya sangka-sangka itu sedusta-dusta perkataan. [HR. Al-Bukhari no. 5143, 6066 dan Muslim no. 2563, dari Abu Hurairah RA].


Bagi para ulama, ustadz, dan kyai yang masih bersikeras bertahan untuk tetap memakai hadits-hadits dhaif untuk fadhaaa-ilul a’maal, bila tidak sanggup memenuhi persyaratan dibolehkannya mengamalkan hadits dhaif, jangan mereka mengamalkannya. Apa sulitnya bagi mereka untuk mengambil dan membawakan hadits-hadits yang shahih saja yang terdapat dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim dan kitab-kitab hadits lainnya? Apalagi sekarang -alhamdulillah- Allah sudah mudahkan adanya kitab-kitab hadits yang sudah dipilah-pilah antara yang shahih dan yang dhaif. Dan kita berusaha untuk memahami, mengamalkan dan menyampaikan yang benar kepada ummat Islam.


Wallahu A’lam





~KEEP CALM & HAPPY FASTING~



Read more...
separador

Thursday, June 23, 2016

LIFE WISDOM @ HUMANITY

Stay away from anger, it'll only hurt you.
If you are right then there is no need to be angry.
And if you are wrong, then you don't have any right to get angry!

Patience with family is love.
Patience with others is respect.
Patience with self is confidence. 
Patience in God is faith.

Never think hard of the past, it brings tears.
Don't think more of the future, either, as it'll only bring fears.
Instead, live the moment with a smile, it brings cheer to your life.

Every test in our life makes us bitter or better.
Every problem comes to make us or break us!
The choice is ours, whether we want to become victims or victorious.

Beautiful things are not always good, but good things are always beautiful.

Do you know why God created gaps between your fingers? So that someone special who's coming for you will fill those gaps by holding your hand forever.

Happiness keeps you sweet, but being sweet brings happiness to you.
Read more...
separador

Sunday, June 19, 2016

Siapa Bilang TPA itu Seru? Seru Bingiiits!


Ramadhan reminds me to TPA. Berasa agamis di waktu kecil adalah saat mengenal TPA. Bukan! Bukan TPA tempat pembuangan air.
Akhir, Woy!
Iya, iya, akhir. Gitu aja nge-gas. TPA, alias Taman Pendidikan Al-Qur’an, di daerah lain, mugkin di daerah lo, dikenal dengan TPQ, sama aja sih, Taman Pendidikan Qur’an. Gue kangen masa-masa TPA dulu, ada banyak kenangan yang tak terlupakan. Kalo lo pernah TPA, lo pasti ngrasain apa yang gue rasain. Makanya gue mau ajak lo buat nosalgila masa TPA.
Menurut gue, TPA tu gak seru, tapi... SERU BINGIIITS!
So, ini gue tulis keserubingit-an kenangan masa TPA yang masih nyantol di kotak memori gue.

Kebersamaan
Keberasamaan dengan kawan sepermainan gak cuma bisa didapat saat bermain bersama sepulang sekolah. Di jam istirahat saat di sekolah, udah main, nanti pulang sekolah main lagi dari siang sampe sore, trus dilanjut di tempat TPA, main dari sore sampe menjelang Maghrib. Yup! Itulah keberamaan anak-anak TPA, yang ngabisin waktu bersama hampir 12 jam dalam 24 jam sehari, bahkan bisa jadi ngalahin kebersamaan lo dengan emak bapak lo. Iya kan?
Dan, gue udah mengendus adanya “kebersamaan” itu pas mau berangkat TPA. Gue dan temen-temen gue  (pas main gundu siang-siang) janjian ntar sore berangkat TPA bareng.
“Eh, ntar ketemu di perempatan biasa ya.” atau... 
“Kumpul di rumah lo aja, kan sejalan ama ke mesjid”, bisa juga...
“Ntar mandi di rumah Udin aja sekalian, trus berangkat bareng”
Dan sorenya...
Coba lo bayangin, pas udah kumpul di tempat janjian, tapi lo belum kelihatan batang idungnya, lo bakalan ngrasa macam buron, bakalan dicariin sampe ketemu. Temen-temen lo bakalan datengin rumah lo, teriak-teriak manggil nama lo, padahal lo udah nongol di depan pintu, ternyata mereka teriak dari perempatan jalan tempat janjian. *Ciaaatt*
Kebersamaan itu gak cuma terjadi antara sesama anak TPA, tapi juga dengan guru-guru. Kalo udah ditunggu lama tapi belum ada seorang guru pun yang dateng, bakalan kami cari itu guru sampe dapet. Langkah pertama, diumumkankanlah itu panggilan biar gurunya segera datang. Meggunakan microfon masjid, kira-kira begini bunyinya:
“Assalamu’alaikum wr.wb. Paggilan-panggilan. Kepada kakak pembina TPA, harap segera datang ke masjid karena sudah ditunggu adik-adik, terimakasih. Wassalamu’alaikum wr.wb.”
Kalo panggilan itu masih belum mempan juga, langkah ke-dua beraksi, gue sama temen-temen gue bakalan ngegrebek itu rumah guru satu-per satu. Demi keberlangsungan TPA hari itu. Semangat kami ber-TPA sungguh luar biasa saat itu.
Suatu hari, pernah gue gak masuk TPA beberapa hari karena sakit. Bukan, bukan sakit panu, kudis, kadas, kurap, ato kutu air, di Daktarin aja. STOP! *korban iklan* (jamur di iklan Daktarin menurut gue lucu sih). Teman-teman TPA gak ketinggalan juga guru-gurunya, berbondong-bondong nyariin gue, datengin rumah gue, dan teriak-teriak manggil nama gue (kejadian ini bukan dejavu). Mereka dateng buat jenguk gue yang terkapar lemah tak berdaya di ranjang. Sumpah, gue terharu, Sob! Betapa sayang dan pedulinya mereka ke gue, mereka doain kesembuhan gue, dan yang paling penting mereka juga bawain makanan yang selama ini gue idam-idamkan (wafer stick Astor). *oops!* 
Ya, intinya tuh, gak ada lo gak rame!
Apapun keadannya, TPA tetap jalan terus!

Tas kebangsaan anak TPA
TPA berasa gak komplit kalo gak bawa tas kebangsaan anak TPA. Tas paling ciamik di masa itu. Sifatnya ringan, tipis, anti air, warnanya hitam seragam, dan yang paling penting bisa gonta-ganti itu tas kapan pun gue mau. Ialah tas kresek hitam bekas wadah belanjaan emak. Ini serius! Tas yang biasa dipake buat wadah sebiji buku sekaligus sebiji pensil yang diselipin di dalem sampul buku yang juga terbuat dari plastik bening, selain itu juga buat wadah takjil yang dibawa pulang (khusus di Bulan Ramadhan). Kadang-kadang bisa juga dipakai buat payung pas silau kena matahari ato buat ngindari tampias gerimis ringan. Bukan main kerennya tas itu. Ckckck.

Lagu favorit
Pas udah sampe di mesjid, sambil nunggu para guru datang, hal pertama yang dilakuin anak-anak TPA adalah menuju tempat dimana microfon berada.
Ngapain?
Ngapain lagi kalo bukan nyanyi? Serius! Di saat itulah keberanian dan kepedean lo diuji. Semua anak pasti dapet giliran buat nyanyiin lagu-lagu kebangsaan TPA. Temen yang over confident biasanya pingin nyanyi terus. Dia nyanyi 4 lagu, sedangkan yang lain gak mau nyanyi.
Lagu yang sering dinyanyikan adalah lagu yang ada di cover belakang buku iqro’ 4 dan 5. Kenapa cuma dua iqro’ itu? Ya karena yang bisa cuma lagu itu.
Udah gitu anak-anak TPA suka ngubah judul lagunya. Lagu di iqro’ 4 misalnya, di sana tertulis judulnya “Mars TKA/ TPA” tapi dikasih nama “gema tulis ba...”. Trus di iqro’ 5, di sana tertulis “Hymne TPA” tiba-tiba berubah jadi “sejak kecil”. Bagi anak-anak TPA, bait pertama adalah judul. Selain dua lagu itu, juga ada lagu-lagu lain yang diciptain guru-guru TPA. Dan lagi-lagi, bait pertama adalah judul.
Lirik lagunya begini:
“Semerah darah, sebening air mata... Itu semboyan kita... Majulah ayo maju, pantang menyerah... Yang pasti kita menang, pasti menang!” lalu dengan semena-mena anak-anak TPA kasih judul itu lagu “semerah darah”. Kan jadi serem!
Kalo lagu favorit gue yang ini.
“Duh, duh, aduh muslimin... Masuk surga pasti terjamin... Aduh gantengnya~... Dia rajin mengaji, dia memakai peci, dia juga slalu berbakti” trus dengan tega temen-temen gue ngasih judul “Duh Duh Aduh”. Kan jadi kedengeran macam orang mengaduh kesakitan. Uhh.
Untungnya, dengan lapang dada, para komposer lagu itu gak keberatan dengan perubahan judul lagu-lagu bikinan mereka. Alhamdulillah banget kan? Bayangin aja kalo sampe dilaporin ke pihak paten. Bakal kena denda ato sanksi dipenjara, gak bisa lanjut TPA, trus gak bisa baca iqro’ and Qur’an, jadi gak ngerti tuntunan agama, rugi dunia akherat, akhirnya gelisah, galau, merana... STOP! Fix, ini lebay.

Hafalan
Selain diajarin baca buku iqro’ (biar nantinya bisa baca Qur’an), di TPA juga diajarin hafalan. Bacaan iqro’nya belum lancar boleh jadi hafalannya udah lancar. Dan itu sering terjadi. Hafalannya mudah saja, cuma surat-surat pendek di Juz ‘Ama dan doa sehari-hari. Dan lo akan merasa seperti seorang hafiz Qur’an saat lo dipanggil guru TPA buat hafalan di depan temen-temen lo. Salah satu guru TPA akan manggil salah satu nama anak secara random macam gerakan kecoak terbang. Gak bisa diprediksi. Lo gak tahu apakah yang akan dipanggil itu nama lo ato nama temen lo. Dan saat itulah keberanian dan kepedean lo akan diuji (lagi). 
Gue sering deg-degan kalo disuruh maju hafalan. Bukan, bukan karena gue gak hafal surat atau doanya, tapi karena mic-nya. Pas udah siap di depan pegang microfon, hafalannya jadi buyar berantakan, salahkan microfon busuk itu. Bau! *yuck*
Misal ada anak yang masih gak pede buat maju sendirian, dia dibolehin cari temen buat maju hafalan bareng. Di saat itulah kalian akan berebut gak mau jadi pemegang mic, trus pas lagi baca hafalan suratnya kalian akan ngejauhin mic itu dari mulut (sebenernya sih hidung). Dan kalo lo ngaku anak cerdik, lo malah akan dengan senang hati jadi pemegang mic, buat disodorin ke hidung temen sebelah lo. Mampus!
Selain hafalan doa dan surat-surat pendek, ada juga hafalan bacaan shoat. Tapi gue gak begitu ingat gimana prosesnya gue diajarin hafalan wudu dan sholat sama guru-guru TPA gue. Yang gue ingat, gue diajarin sama emak gue di rumah, soalnya kalo gue gak mau sholat, bakalan kena pukul. Jadi, mau gak mau gue kudu bisa wudu dan sholat sendiri. Di TPA, yang gue ingat, gue disuruh nulis bacaan niat wudu, doa sesudah wudu, nulis bacaan gerakan sholat, seperti ruku', sujud, i'tidal, atahiat awal dan akhir dengan huruf Arab sekalian latinnya. Disuruh hafalin dalam tempo sekian lama. Yang penting kan hafal bacaannya dulu, masalah gerakan bisa niru imam pas sholat jamaah.

Guru favorit
Gak bisa dipungkiri, setiap murid pasti punya yang namanya guru favorid.
Favorit, Coeg! Pake –t, bukan –d.
Serah gue lah, tulisan tulisan gue. Apa lo?! Nantangin lo?! Ngajak berantem?! Ayo! Lo pikir gue berani, apa?! *ini apaan sih?*
Oke, fix, penulis mulai emosi gegara disodorin mic bau. Lupakan.
Sampe mana tadi? *kembali fokus*
Sampe saat ini gue masih bisa betah dan bertahan dengan mic bau itu. 
Kembali ke facebook.
Bhaiquelah. *take a deep breathe* ada macam-macam jenis guru TPA, akan gue jabarin berdasarkan cara mereka ngajar. FYIG alias for your information gaes, kami (gue dan temen-temen se-TPA gue), manggil guru-guru TPA yang laki-laki dengan sebutan “lik” (bahasa indonesianya: om) dan yang perempuan lebih sering dipanggil “mbak”, misalnya Mbak Niken, Mbak Nanik, Mbak Ndari, Mbak Tutik, Mbak Les, Mbak Kardiyem, dll (dan lainnya lupa). Guru laki-laki cuma beberapa yang kami panggil dengan “mas” misalnya Mas Joko, Mas Handono dan Mas Handoko, selebihnya dipanggil “lik”: Lik Giyanto, Lik Wagiyono, Lik Trimo, Lik Ceking (gue gak tau nama aslinya siapa, yang gue tau rambutnya gondrong sebahu, orangnya tinggi dan kekurangan berat badan jadi dipanggil ceking), juga Lik Supri (lo jangan bilang-bilang ya, menurut gue, dialah guru paling killer), dll (dan lik-lik lainnya).
Apapun panggilannya, minumnya tetap teh botol Sosro. *lagi-lagi korban iklan*
Satu iqro bisa dibagi dalam beberapa grup kalo muridnya banyak. Biasanya, anak-anak TPA-lah yang nge-tag pingin diajar sama siapa, di saat itu lah kegesitan buat milih guru favorit dipertaruhkan. Ya meskipun ujung-ujungnya bakal ditentuin juga “siapa ngajar iqro’ berapa”. Dan lo cuma bisa pasrah dengan takdir itu, Bro.
Bisa jadi lo dapat guru killer, dengan ciri-ciri: pas ngajar mukanya serius dan jarang ketawa (mungkin bagi sebagian anak TPA kelihatan serem); sering ngasih koreksian bacaan yang bikin lidah kebas dan bibir berasa bimoli (bibir monyong lima senti); berkali-kali nyuruh bersuara lebih keras dan lebih jelas; suka nyubit, njewer, dan mukul. Yang terakhir ini bohong, jangan percaya!
Bisa juga lo beruntung dapet guru yang asyik, ramah, bisa diajak bercanda, dan kalo negur “adik-adik, jangan gaduh” malah bikin murid-murid makin riuh. Dengan catatan kalo lo itu masih iqro’ satu.
Boleh jadi lo dapet guru yang ngebosenin, lo cuma baris duduk bersila di hadapannya, ngasih setoran bacaan iqro’ satu per satu, balik duduk seperti semula. Udah. Gitu doang.
Terlepas dari macam-macam karakter gurunya, TPA tetaplah mengasyikkan.

Tempat duduk favorit
Ini bukan mau tanding bola, musti pake formasi segala. Tapi ini lebih ke: posisi menentukan kenyamanan dan keamanan. So, siapapun yang datang lebih dulu, bisa nentuin posisi duduknya. Biasanya gue dan temen-temen gue mengincar barisan kedua ato ketiga, yang paling deket tembok. Bukan magic, tapi tembok itu punya daya tarik. Awalnya sih, pas berangkat ke TPA kami masih jalan bareng, tapi saat kaki mulai melangkah memasuki mesjid, rasa “kebersamaan” itu meguap begitu aja bagai setetes air di padang Sahara. Kami lari merangsek masuk masjid berebut posisi dekat tembok, meskipun gak sampe ada adegan adu mulut, saling piting, dan adegan-adegan gak penting lainnya. Karena disitulah kami diajarkan untuk mengalah dan tidak saling mendendam. Ah, indah, bukan?
Kebiasaan berebut posisi udah turun-temurun sejak generasi TPA sebelumnya. Melihat kebuasan gak oke itu, akhirnya guru-guru TPA memutuskan buat ganti formasi duduk. Dari yang semula formasi barisan ber-shaf (cewek di sayap kiri dan cowok di sayap kanan) berganti menjadi melingkar merapat ke tembok (cewek berganti di sayap kanan, cowok pindah ke sayap kiri) sehingga semua kebagian dekat tembok. Ah, cukup adil, bukan?
Dan barulah aku tahu daya tarik tembok itu setelah formasi duduk berganti. Posisi dekat tembok bisa buat sandaran jadi duduk berasa lebih nyaman dan jauh dari jangkauan barisan lawan jenis. Saat itu, posisi duduk yang paling gak enak tu kalo persis sebelahan dengan lawan jenis, rasanya malu. Dan dengan posisi melingar ini, guru-guru bisa lebih leluasa mengawasi kami, kalau-kalau ada yang bikin gaduh, bakalan gampang sekali kepergok. Ternyata ada enaknya dan gak enaknya, Cuy!
Gue jadi heran sama orang-orang yang rebutan posisi jabatan sampe bunuh membunuh dan menghalalkan berbagai cara. Ah, sudahlah. Lupakan!

Kelas berapa mengindikasikan iqro’ berapa
Biasanya, anak-anak TPA adalah anak-anak SD. Kalo yang SMP kebanyakan udah cabut gak mau TPA, nglayap entah kemana. Dan misteri yang selama ini belum terpecahkan adalah: kelas berapa mengindikasikan iqro’ berapa. Kalo lo kelas 1, biasanya lo juga iqro’ 1; kalo lo kelas 3, biasanya lo juga iqro’ 3, kecuali karena lo jenius, lo bisa akselerasi ke di iqro’ 5 sekaligus.
Di pelajaran agama, anak-anak TPA biasanya lebih pandai daripada yang gak ikut TPA. Ini terbukti. Di TPA, lo akan belajar apa yang gak diajarin sama guru agama lo di sekolah. Misal: trik ngambil buku iqro’ di rak buku dengan cepat dan tepat (lo kudu hafal warna sampul atau halaman pertama buku iqro’ yang  sampulnya udah ilang); trik nge-tag tempat duduk paling strategis, trik ngambil air di sumur dengan benar buat wudu, dan yang paling penting adalah trik nge-tag microfon yang gak bau.
Pelajaran apaan begitu itu??? 
Eh, bener kan tadi gue bilang, guru agama lo gak bakal ngajarin itu semua. Ya, setidaknya skill “nge-tag” lo bisa terasah kalo lo adalah anak TPA. Tapi satu pesan gue: jangan pernah praktekin trik itu buat nge-tag suami/ istri sobat lo sendiri.

Outdoor activities
Siapa bilang TPA cuma berkutat dengan iqro’ dan di dalam masjid? Nyatanya, secara periodik, ada event yang diadakan di luar masjid (luar kampung lebih tepatnya). Misalnya acara TPA se-kecamatan, sepeda santai sekaligus ziarah kubur, ada juga kemah santri. Yang terakhir ini gue nyesel karena gak ikut.
Paling menyenangkan pas ada acara TPA se-kecamatan. Entahlah gue gak ingat nama acaranya apa, yang jelas anak-anak TPA dari berbagai daerah se-kecamatan berkumpul di suatu tempat untuk mengikuti TPA gabungan. Mungkin aja secara gak sengaja lo pernah ketemu gue pas di acara itu. Selain dengerin ceramah pengajian, juga ditampilkan bakat anak-anak TPA, seperti: hafalan, baca al-qur’an, nyanyi, dsb. Acara itu diadakan di hari Minggu. Gue dan temen-temen beserta guru-guru berangkat ke lokasi dengan mobil pick-up yang bak-nya dilapisi tikar. Lagi-lagi, kami berebut tempat duduk, yaitu di bak pick-up yang tepat di atas ban. Sisi kanan kiri yang menonjol, yang paling nyaman dipakai duduk. Dan lagi-lagi (lagi), guru-guru TPA-lah yang akhirnya mengatur posisi duduk kami. Huft!
Mau gak mau kami nurut. Biar gak kelamaan cemberut karena gak dapet tempat duduk favorit, sepanjang perjalanan gue dan temen-temen nyanyi lagu-lagu TPA dengan semangatnya. Di sini senang, di sana senang, di mana-mana hatiku senang, la la la la lalala, la la la la lalala, lala lala... (perasaan itu lagu TK deh!)
Di kesempatan lain, hari Minggu juga, acara sepeda santai. Hari Sabtu-nya, sepulang sekolah, sebelum TPA sore, gue dan temen-temen sibuk menghias sepeda masing-masing pakai kertas kreps warna-warni. Merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu, itulah warna pelangi. Yang penting sepeda kami jadi tampak tampak macam sepeda hadiah ultah, meriah gitu lah. Trus pas udah hari-H, kumpul di masjid pagi-pagi, sepeda berbaris rapi macam persiapan balapan di TV, dikasih briefing singkat, dan... GO!
Kayuh pelan-pelan ke tempat tujuan. Yaitu... KUBURAN!
What?!! Kuburan??
Kan tadi gue bilang sepeda santai sekaligus ziarah kubur, ya ke kuburan lah! Jarak dari start (masjid) ke finish (kuburan) cuma sekitar 2 kilometer. Gue gak mau ceritain di kuburan ngapain aja. Biar lo penasaran. Gue juga gak bisa ceritain gimana kemah santrinya. Gue gak ikut, hiks.

Buka bersama
Bulan puasa memang istimewa. Apa lagi buat kami, anak-anak TPA. Apa yang paling dinanti-nanti anak TPA kalo bukan takjil? Ngaku aja lo! Pasti setiap hari-nya nengokin daftar “jadwal takjil” yang di tempel di jendela kaca masjid. Setiap tahunnya, warga di kampung gue memang dijatah ngasih takjil buat anak-anak TPA. Selain bikin TPA makin giat dan semangat, juga sebagai ladang amal bagi keluarga. Saking seringnya ngasih takjil, sampai-sampai kami hafal menu takjil yang bakal disediain. Beberapa macam snack, bisa juga nasi kuning, bubur kacang ijo, buah (semangka), dan teh hangat.
Gue baru sadar ada beberapa perbedaan dalam acara buka bersama di TPA gue. Salah satunya adalah doa berbuka puasa yang dilantunkan selama bertahun-tahun ternyata gak sesuai dengan tuntunan Nabi SAW (lihat di older post blog gue yang judulnya “macam-macam doa buka puasa”). Selain itu, gue dan temen-temen yang puasa setengah hari (azan duhur buka puasa) disuruh mendahulukan salat Maghrib sebelum membatalkan puasa walau dengan seteguk air. Dulu kan gue gak tahu, gak ngerti, cuma ngikut apa yang guru-guru ajarkan, dan gue yakin guru-guru gue juga cuma ngikut uztad secara turun temurun. Makanya, lo lo pada, jangan berhenti belajar agama, meski udah gak TPA.
Terlepas dari itu tadi, TPA tetap menyenangkan. Sekali lagi, dapat dipastikan ada acara “rebutan” di setiap kegiatan. Nge-tag tempat duduk buat buka puasa dilakukan sebelum waktu wudu tiba, dengan cara naroh tas ciamik milik masing-masing di area yang dipilih. Gue jadi ngrasa kalo “persaingan” dalam hidup itu cuma soal rebutan tempat duduk. Bukan soal rebutan cowok ato cewek seperti jaman sekarang. Itulah bedanya anak jaman dulu dan sekarang.
Sehabis rebutan tempat duduk buat buka puasa, saatnya rebutan ngambil (nimba) air di sumur buat wudu. Karena itu, salah seorang guru berinisiatif ngambilin air wudu dari sumur, biar kami gak kebasahan, soalnya ember yang buat ngambil air dilubangi biar ngalir macam keran air gitu. Lik guru juga ngatur antrian dan ngasih instruksi urut-urutan wudu buat yang belum hafal cara berwudu. Dimana ada kegaduhan, di situlah guru turun tangan.
Belum habis kegaduhan di tempat wudu, di dalam mesjid pun gak kalah riuhnya. Sambil nunggu azan dikumandangkan, biar gaduhnya berhenti, guru nyuruh kami salawatan ato nyanyiin lagu favorit. Apa lagunya? Semerah darah! Sejak kecil! Gema tulis ba, Lik! *gaduh lagi* ujung-ujungnya guru juga yang nentuin lagunya. Ini:
“Allahummar hamna bil Qur’an
Waj’alhu lanna imaamau wa nuurau wa hudaw wa rahmah
Allahumma dzakkirna minhu maa nasiihna
Wa’allimna minhu maa jahiilna
Warzuqna tilaawatahu
Aana al laili wa athrofannahar
Waj’alhu lanna hujjatan
Yaaa rabbal ‘alamiin”
Setelah gede segini, gue baru tahu kalo itu sebenernya bukan lagu, tapi doa khatam Qur’an. Astaga! Gue jadi ngrasa berdosa, pasalnya gue belum pernah khatam Qur’an, tapi udah sering nglantunin doa khatam Qur’an. Astaghfirullah...

Udah dulu ah, kebanyakan mengingat kenangan jadinya baper (bawaannya laper), ntar puasa gue batal lagi! So, siapa bilang TPA itu seru? SERU BINGIIITS KELEUS!!




~TPA, YES!~
Read more...
separador

Followers